*Benarkah Sengaja Tak Sholat Jumat Bisa Disebut Sufi?*
Dalam buku Cahaya dari Nusantara, Habib Muhdhor Assegaf asal Pemalang menulis jelas: Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan disebut kerap tidak menunaikan sholat Jumat, bukan karena uzur syar’i, tetapi dengan keyakinan bahwa sholat Jumat hanya sunah.
Padahal, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Jumu’ah ayat 9:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam hadits shahih yang tercatat dalam Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani ra:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ … يَعْنِي يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَالنَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ الْيَهُودُ غَدًا وَالنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ
Imam Syafi’i ra menegaskan: sholat Jumat hukumnya wajib, bukan sunah.
*Tasawuf Tidak Pernah Menabrak Syariat*
Al-Junaid al-Baghdadi, imam besar para sufi, berkata: “Semua jalan telah tertutup bagi makhluk kecuali mereka yang mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, Sunnahnya, dan setia pada jalannya.” (Hilyah al-Auliya’).
Abu Yazid al-Bustami menegaskan: “Jika engkau melihat seseorang bisa terbang di udara, jangan tertipu sebelum engkau lihat bagaimana sikapnya pada perintah dan larangan Allah.”
Syaikh Hasyim Asy’ari dalam Al-Duraru al-Muntatsir merangkum: inti tasawuf adalah istiqamah ‘ala adabi al-syari’ah al-tsabitah bi al-adillah al-shahihah — lurus pada adab syariat yang sahih.
*Klaim Keturunan Nabi yang Dipalsukan*
Ironisnya, figur-figur yang sengaja meninggalkan kewajiban ini kerap menuntut dipanggil “habib” — gelar kebesaran dari klan Ba’alwi. Padahal, riset ilmiah lintas bidang — sejarah, filologi, dan genetika — telah membuktikan: klaim klan Ba’alwi sebagai keturunan Rasulullah ﷺ tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Fakta silsilahnya lemah, dokumen dan jalur nasabnya kabur, dan tidak didukung data genetik yang sahih. Para pakar — dari sejarawan, ahli filologi, hingga genetika — telah membongkar kepalsuan jalur ini secara detail.
*Sufi Sejati Tidak Suka Gelar*
Sufi sejati menolak gemerlap gelar, popularitas, dan penghormatan berlebihan. Mereka menekankan mujahadah lahir dan batin — bukan menjual nama, bukan menabrak kewajiban syariat. Segala yang keluar dari hati akan sampai ke hati — kullu ma kharaja minal qalb waqa‘a fil qalb.
Sebaliknya, sufi palsu lihai membungkus citra. Mereka sering menjual mimpi, mendompleng gelar “habib”, menuntut penghormatan, sambil menabrak syariat paling mendasar.
*Kesimpulan*
Sholat Jumat bukan sunah, tapi fardhu yang wajib ditaati. Mengklaim jalur keturunan palsu sambil menabrak syariat adalah ironi besar. Maka layakkah yang sengaja menolak perintah Allah disebut thariqah — atau justru sedang menipu umat?
Waspadalah!
Waspadalah. Di era banyaknya gelar “habib” dan “guru spiritual”, timbanglah dengan dalil — bukan sekadar cerita.