*Asal-usul Suku Jawa dalam Kitab Paramayoga: Dari Aji Saka, Prabu Sarkil, hingga Nabi Ismail*
Dalam kajian naskah Jawa kuno, khususnya kitab Paramayoga Karya Ki Bagus Burhan /Raden Ronggowarsito –(1802–1873 M) .
Ronggowarsito sendiri adalah murid Kiai Hasan Besari dari Pesantren Tegalsari, Ponorogo. Nasab Ronggowarsito ditelusuri sampai ke Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya), yang memiliki nasab yang bersambung hingga urutan ke-23 dari Nabi Muhammad SAW.
Dalam Kitab paramayoga terdapat keterangan mengenai asal-usul leluhur orang Jawa. Menurut kitab tersebut, Aji Saka — yang dikenal sebagai tokoh pembawa peradaban ke Tanah Jawa — berasal dari garis keturunan Prabu Sarkil, seorang tokoh besar yang disebut sebagai keturunan Nabi Ismail AS.
Nama Aji Saka dikenal luas dalam tradisi Jawa, Sunda, hingga Madura. Dalam berbagai babad dan serat, Aji Saka digambarkan sebagai tokoh pembawa peradaban, ilmu pengetahuan, dan tata kehidupan baru bagi masyarakat Jawa kala itu.
*Prabu Sarkil: Pedagang dari Najran yang Menjadi Raja*
Prabu Sarkil disebut sebagai seorang pedagang yang kemudian menjadi raja. Yang menarik, Paramayoga menyebutkan asal-usulnya dari Najran, sebuah wilayah penting di Jazirah Arab bagian selatan. Fakta historis mendukung hal ini:
- Dalam peta kuno karya Ptolemaios (Ptolemy), seorang ahli geografi Yunani abad ke-2 M, wilayah Najran disebut dengan nama Negran.
- Hal ini menunjukkan bahwa Najran bukanlah rekaan, melainkan daerah nyata dengan posisi strategis dalam jalur perdagangan kuno Arabia.
- Dengan demikian, penyebutan Najran dalam Paramayoga memperkuat bahwa Prabu Sarkil adalah tokoh historis nyata, bukan sosok fiktif atau legenda belaka.
*Kontras dengan Klaim Fiktif Klan Ba’alwi*
Berbeda dengan kisah Ubaidillah, leluhur yang diklaim oleh klan Ba’alwi di Hadramaut, yang tidak memiliki bukti sejarah sezaman dan hanya muncul dalam penulisan abad ke-9 tanpa rujukan kuat, Prabu Sarkil memiliki jejak historis yang dapat diverifikasi.
- Najran/Negran disebutkan dalam sumber Yunani-Romawi kuno.
- Paramayoga sebagai naskah Jawa kuno merekam hubungan genealogi ini.
- Fakta ini membuat garis keturunan Aji Saka melalui Prabu Sarkil lebih memiliki dasar historis daripada klaim yang dibuat oleh klan Ba’alwi.
*Dari Nabi Ismail ke Aji Saka*
Dengan demikian, alur yang dijelaskan oleh Paramayoga dapat diringkas sebagai berikut:
- Nabi Ismail AS sebagai leluhur.
- Dari keturunan beliau lahir Prabu Sarkil, pedagang Najran yang menjadi raja.
- Dari Prabu Sarkil inilah silsilah berlanjut hingga melahirkan Aji Saka, yang kemudian datang ke Tanah Jawa membawa kebudayaan, tata bahasa, dan peradaban.
Kajian berbasis Paramayoga dengan dukungan data historis peta Ptolemaios menunjukkan bahwa suku Jawa memiliki akar genealogi yang bersambung dengan Nabi Ismail AS melalui Prabu Sarkil dan Aji Saka. Fakta penyebutan Najran/Negran sebagai wilayah nyata menegaskan bahwa kisah ini bersifat historis, bukan mitos.
*Jawa dan Nusantara: Nasab Mulia, Peradaban Tua, dan Kebanggaan Bangsa*
Masyarakat Jawa seharusnya bersyukur dan bangga karena memiliki catatan sejarah yang kuat, baik dari sisi genealogis maupun peradaban. Dari sisi nasab, leluhur Jawa dapat dirunut hingga bersambung kepada Nabi Ismail AS, putera Nabi Ibrahim AS. Ini adalah nasab yang jelas, historis, dan terhormat—bukan nasab fiktif atau rekaan yang tidak bisa diverifikasi secara ilmiah.
Fakta sejarah juga mendukung hal ini. Dalam naskah kuno Paramayoga disebutkan adanya wilayah Najran/Negran, yang tercatat pula dalam peta Ptolemaios (Ptolemy). Hal ini membuktikan bahwa tokoh Prabu Sarkil dalam tradisi Jawa adalah figur historis nyata, bukan tokoh khayalan. Jelas berbeda dengan klaim nasab Klan Ba’alwi yang merujuk pada sosok ‘Ubaidillah, padahal ia hanyalah nama tanpa catatan sezaman dan tanpa bukti historis yang kuat.
Lebih jauh lagi, dalam karya besar India kuno, Ramayana yang ditulis oleh Rishi Walmiki (sekitar abad 5 SM – 1 M), telah disebutkan tentang Jawadwipa (Jawa/Nusantara) sebagai tanah yang makmur dengan tujuh kerajaan besar. Ini membuktikan bahwa peradaban Jawa (yang dalam konteks kuno mewakili Nusantara) telah maju dan diakui dunia internasional sejak ribuan tahun lalu.
Maka, tidak ada alasan sedikit pun bagi orang Jawa atau bangsa Indonesia untuk rendah diri, apalagi tunduk pada propaganda sekelompok orang dari luar yang mengaku-aku sebagai pewaris tunggal Nabi Muhammad SAW, lalu mengatakan bahwa Indonesia adalah milik Tarim. Justru sebaliknya, masyarakat Jawa memiliki nasab mulia yang bersambung ke Nabi Ismail AS dan sejarah peradaban yang sangat tua, kuat, dan terverifikasi.
Inilah yang seharusnya membangkitkan jiwa patriotik, semangat menjaga martabat bangsa, serta rasa syukur bahwa leluhur Nusantara memiliki warisan luhur yang tidak kalah, bahkan lebih kokoh secara ilmiah dan historis, dibanding klaim sepihak yang tidak berdasar.