Meluruskan Kekeliruan Sholawat “Ṭāhā al-Yamānī”: Kajian Ilmiah Sirah, Tafsir, dan Aqidah

🚫 *Meluruskan Kekeliruan Sholawat “Ṭāhā al-Yamānī”: Kajian Ilmiah Sirah, Tafsir, dan Aqidah*

 

Saat ini  beredar luas sebuah sholawat dengan redaksi:

صَلَاةُ اللهْ عَلَى طَهَ الْيَمَانِيْ شَفِيْعِ الْخَلْقِ فِيْ يَوْمِ الْقِيَامَةْ
Sholâtullâh ‘alâ Thôhâ al-Yamânî, syafî’il khalqi fî yaumil qiyâmah

Sekilas, sholawat ini terdengar indah. Namun, bila diteliti dengan ilmu sirah Nabawiyyah dan bahasa Arab, ternyata syair ini mengandung problem serius yang dapat merusak aqidah umat.

Mengapa? Karena menisbatkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai “al-Yamānī”, seakan-akan beliau berasal dari Yaman. Padahal, fakta sejarah dan dalil syar’i jelas menegaskan asal-usul Nabi ﷺ dari Mekah dan lama tinggal di Madinah, bukan Yaman.

*1. Makna “Ṭāhā” dalam al-Qur’an dan Tafsir*

  • Surah Ṭāhā (QS. 20:1) dibuka dengan huruf muqaththa‘ah “Ṭāhā”.
  • Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Namun, mayoritas menafsirkannya sebagai nama panggilan (laqab) bagi Nabi Muhammad ﷺ.
    • Imam al-Qurthubi dalam Tafsīr al-Qurthubi menegaskan: “Ṭāhā adalah salah satu nama Nabi ﷺ sebagaimana disebut dalam atsar-atsar salaf.”
    • Al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur juga meriwayatkan penafsiran serupa.

👉 Jadi, benar: Ṭāhā = Nabi Muhammad ﷺ.

*2. Makna “al-Yamānī” dalam bahasa Arab*

Dalam bahasa Arab, nisbah menunjukkan asal-usul geografis atau etnis.

  • al-Baghdādī = orang dari Baghdad.
  • al-Misrī = orang Mesir.
  • al-Andalusī = orang Andalusia.
  • al-Yamānī = orang Yaman.

Sehingga, frasa Ṭāhā al-Yamānī berarti “Muhammad dari Yaman”.

*3. Fakta sejarah Nabi Muhammad ﷺ*

  • Nabi Muhammad ﷺ lahir di Mekah pada Tahun Gajah (570 M).
  • Beliau tumbuh besar di Mekah, dari suku Quraisy Bani Hasyim.
  • Hijrah ke Madinah tahun 622 M.
  • Wafat di Madinah tahun 632 M.

📚 *Rujukan otoritatif:*

  • Sīrah Ibn Hisyām (riwayat tertua tentang kehidupan Nabi ﷺ).
  • al-Rahīq al-Makhtūm karya Safiyyurrahman al-Mubarakfuri.
  • Sīrah Nabawiyyah karya Ibn Katsir.

Penting: Secara geografis dan politik, Mekah bukan bagian dari wilayah Yaman. Mekah berada di Hijaz (Arab bagian barat), sedangkan Yaman adalah wilayah selatan Jazirah Arab dengan identitas sejarah dan pemerintahan berbeda.

👉 Dengan demikian, menyebut Nabi Muhammad ﷺ sebagai al-Yamānī adalah pemalsuan sejarah.

*4. Mengapa penyebutan “al-Yamānī” berbahaya?*

*1). Pemalsuan identitas Nabi ﷺ*

Nabi Muhammad ﷺ secara muttafaq ‘alayh (disepakati) oleh para ulama dilahirkan di Mekkah al-Mukarramah, dari kabilah Quraisy, bukan dari Yaman. Al-Qur’an sendiri menegaskan:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214)

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ diutus pertama kali kepada Quraisy, kerabatnya sendiri di Mekkah, bukan kepada orang-orang Yaman.
Imam al-Suhaili (w. 581 H) dalam al-Raudh al-Unuf menegaskan bahwa nasab Nabi ﷺ adalah Quraisy Makkah, dan menisbatkan beliau ke wilayah lain adalah bentuk kesalahan fatal dalam pengetahuan sirah.

Menyebut beliau “Yamani” berarti menghapus identitas historis dan nasab Quraisy yang telah disepakati oleh seluruh ulama ahli tarikh dan nasab.

*2). Merusak aqidah umat*

Dalam aqidah Ahlus Sunnah, mengenal Nabi ﷺ secara benar termasuk bagian dari ma’rifaturrasul.
Imam al-Bajuri (w. 1276 H) dalam Tuhfat al-Murid ‘ala Jawharat al-Tauhid menyebutkan bahwa setiap Muslim wajib mengenal Nabi ﷺ, termasuk nama, nasab, tempat lahir, dan sifat-sifat beliau.

Jika seorang Muslim meyakini Nabi ﷺ sebagai orang Yaman, maka ini bentuk penyimpangan aqidah dasar karena mengaburkan identitas Rasulullah ﷺ. Kesalahan seperti ini bisa merusak pemahaman umat terhadap Islam, karena aqidah yang benar harus dibangun di atas pengetahuan yang sahih, bukan asumsi atau propaganda.

*3). Membuka jalan bagi klaim genealogis palsu*

Bahaya lain dari penyebutan “al-Yamānī” adalah membuka ruang manipulasi sejarah oleh pihak-pihak tertentu. Dengan menggeser asal Nabi ﷺ ke Yaman, ada kelompok yang kemudian bisa mengklaim hubungan nasab dengan beliau melalui jalur Yaman.

Padahal, ulama-ulama ahli nasab seperti:

  • Imam Ibn Hazm al-Andalusi (w. 456 H) dalam Jamharat Ansab al-‘Arab,
  • al-Samhudi (w. 911 H) dalam Wafa’ al-Wafa bi Akhbar Dar al-Mustafa,

semuanya sepakat bahwa Rasulullah ﷺ berasal dari Quraisy di Mekkah. Tidak ada satu pun ulama mu’tabar Ahlus Sunnah yang menyatakan beliau “Yamani”.

Dengan demikian, penyebutan itu berpotensi dijadikan legitimasi palsu bagi kelompok yang ingin menyandarkan diri kepada Nabi ﷺ secara tidak sah.

*5. Analogi Sederhana*
Dalam ilmu sejarah dan filologi, nisbah (penyandaran nama) selalu mengikuti fakta geografis atau sosial yang benar-benar dialami seseorang. Misalnya, seseorang yang lahir dan besar di Makkah dapat disebut al-Makkī, atau yang hidup lama di Baghdad bisa disebut al-Baghdādī. Gelar ini tidak ditentukan oleh asal leluhur semata, melainkan oleh tempat kelahiran, kehidupan, atau pengabdian yang nyata.

Dengan logika ilmiah yang sama, mustahil Nabi Muhammad ﷺ disandarkan dengan nisbah al-Yamānī, karena beliau lahir dan hidup di Makkah, Hijaz, bukan di Yaman. Fakta kelahiran beliau di Makkah adalah mutawatir dan diakui semua sumber sejarah utama Islam, mulai dari kitab-kitab sīrah hingga literatur hadits. Oleh karena itu, penyematan gelar “al-Yamānī” atau upaya menghubungkan nasab beliau dengan Yaman bertentangan dengan realitas sejarah yang kokoh dan tidak dapat diperdebatkan.

*6. Sikap Ulama terhadap Sholawat yang Menyimpang*

Para ulama telah menekankan:

  • Imam al-Suyuthi dalam al-Amr bi al-Ittibā‘ memperingatkan agar syair dan doa yang menyalahi aqidah harus ditolak.
  • Imam Nawawi dalam al-Adzkār menyebut, doa dan sholawat harus bebas dari lafal yang menyalahi syariat dan fakta Nabi ﷺ.

Syair “ṣalātullāh ‘alā Ṭāhā al-Yamānī” tidak sesuai dengan fakta sirah Nabawiyyah dan berbahaya bagi aqidah. Nabi Muhammad ﷺ adalah:

  • Putra Abdullah bin Abdul Muthallib,
  • Lahir di Mekah al-Mukarramah (Hijaz, bukan Yaman),
  • Rasul terakhir yang wafat di Madinah al-Munawwarah,
    bukan orang Yaman.

*Seruan*

Umat Islam wajib waspada terhadap sholawat atau qasidah yang mengandung penyimpangan. Jangan sampai generasi kita diracuni oleh syair yang menyesatkan, hingga melupakan fakta dasar sejarah Nabi ﷺ.

👉 Mari kita kembali kepada sirah yang sahih dan sholawat-sholawat ma’tsur, yaitu sholawat yang benar-benar diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ, dari para sahabat, dari tabi‘in, serta dari para ulama Ahlus Sunnah wal Jama‘ah.

Hal ini penting agar aqidah kita tetap terjaga dan tidak tercampur dengan klaim-klaim batil atau syair yang tidak jelas sanad dan maknanya.

👉 Maka, kembali kepada sirah nabawiyyah yang sahih dan sholawat ma’tsur adalah jalan menjaga aqidah, meneguhkan cinta kita kepada Rasulullah ﷺ, serta menyelamatkan umat dari penyelewengan sejarah dan manipulasi identitas beliau yang agung.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *