MBAH HASYIM TIDAK MEMPUNYAI GURU AHMAD BIN HASAN AL-ATHAS BA’ALWI: UNTUK RUMAIL ABBAS

MBAH HASYIM TIDAK MEMPUNYAI GURU AHMAD BIN HASAN AL-ATHAS BA’ALWI: UNTUK RUMAIL ABBAS.

 

Rumail menanggapi tulisan penulis. Seperti biasa ia menanggapi apa yang bisa ia tanggapi, dan mengabaikan apa yang tidak bisa ia tanggapi. Rumail mengabaikan gugatan penulis yang paling penting dalam tulisan itu kepada Asad Syahab Baalwi yang telah melakukan anakronisme sejarah: Ahmad Syahab memasukan Ahmad bin Hasan al-Athas sebagai guru Mbah Hasyim Asy’ari padahal ia tidak berada di Makkah Ketika Mbah Hasyim berada di Makkah.

Terjadi ketidaksesuaian kronologis dalam catatan Asad Syahab tentang Ahmad al-Athas. Itu adalah sebuah tuduhan serius untuk integritas Asad dalam reportase berbasis historiografi. Harusnya Rumail membela narasi Asad terlebih dahulu tentang Ahmad al-Athas, sebelum ia berbicara tentang Husen al-Habsyi. Ketika narasi Asad tentang Ahmad al-Athas unverified (tidak terverfikasi) bahkan terbukti sebuah anakronisme, maka peristiwa lain yang dinarasikan Asad, misalnya tentang Husen al-Habsyi, jika pun terbukti, akan dianggap sebuah koinsiden saja, bukan lahir dari sebuah kajiaan berdasarkan fakta dan data.

Rumail harus jujur menyatakan ke hadapan publik bahwa ketika penulis berbicara tentang Husen al-Habsyi, penulis tidak menggunakan prasa absolut, sebaliknya penulis menggunakan kalimat “patut diduga”. Perhatikan tulisan penulis di tulisan tentang guru Mbah Hasyim:

“Patut diduga penyebutan dua nama lainnya (Husen al-Habsyi dan Alwi Assegaf) oleh Asad Syahab juga tidak berbasis data dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.”

Perhatikan kalimat “patut diduga”. Adanya kalimat itu menunjukan bahwa penulis mempunyai analisa akan terbukanya kemungkinan dapat terverifikasinya narasi Asad itu. Tetapi untuk kasus semacam Asad atau klan Baalwi secara umum, argumentium ad ignorantiam dapat diterapkan: sebelum hal itu dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiyah maka sebaliknya adalah sebuah hal yang harus dipegang, berdasarkan yurisprudensi kebiasaan klan Baalwi yang banyak melakukan anakronisme dan interpolasi sejarah dibanyak kasus. Dalam kondisi normal, argumentium ad ignorantiam tidak bisa dilakukan, karena itu akan mengarah kepada suudzon terhadap setiap narasi yang belum terverifikasi, tetapi dalam beberapa pengecualian ia bisa dilakukan misalnya tentang asas praduga tak bersalah ( presumption of innocence ). Dan kita juga patut menggunakannya untuk kasus Baalwi dalam sejarah dan nasab, hal itu merupakan sebuah metode paling aman untuk terhindar dari ranjau cipta-sejarah yang biasa dilakukan mereka.

Rumail telah dapat memberi bukti satu dari tiga tuntutan bahwa Husen al-Habsyi tercatat sebagai salah seorang perawi dari hadits yang disampaikan Mbah Hasyim Asy’ari. Perawi berbeda dengan definisi seorang guru yang biasa difahami masyarakat “santri-Jawa”. prasa guru dalam subkonsius Santri Jawa memiliki definisi ketat dan definisi longgar. Seseorang yang datang kepada seorang kiai hanya untuk meminta sebuah wiridan atau mengijazahkan sebuah kitab tanpa belajar sebagaimana layaknya di pesantren, bisa disebut sebagai “guru” dalam wiridan atau ijazah kitab itu, tetapi makna guru seperti itu berbeda dalam tingkatan subkonsiusnya dengan guru utama di pesantrennya yang mengajarkan ilmu dari mulai nahwu dan Sharaf berlanjut kepada ilmu lainnya yang menjadikannya seorang alim. Husen al-Habsyi bagi Mbah Hasyim kedudukannya seperti itu. Mbah Hasyim telah menjadi alim sebelum ia berangkat di Makkah al-Mukarramah.

Academic challence (tantangan akademik) bagi Rumail sekarang adalah mencari sumber ‘Contemporary Record’ (sumber yang ditulis pada masa itu atau yang mendekatinya) untuk membuktikan bahwa dua nama lain dari klan Baalwi yang dicatat Asad sebagai guru Mbah Hasyim: Ahmad Alatas dan Alwi Assegaf, adalah valid. Nampaknya, prasa absolut penulis dalam tulisan terakhir untuk Ahmad Alatas tetap akan menjadi status quo karena ketidaksesuaian kronologis untuknya dalam kasus Mbah Hasyim terprasastikan dalam Uqudul Almas. Kecuali Rumail berani untuk mengatakan bahwa justru Uqudul Almas-lah yang telah melakukan anakronisme.

Kesimpulan:

◆pertama, Mbah Hasyim tidak mempunyai guru dari klan Ba’alwi Bernama Ahmad bin Hasan Alatas adalah fakta historis. Penulisan namanya sebagai guru Mbah Hasyim dari Asad Syahab Ba’alwi adalah upaya interpolasi dan anakronisme;

◆kedua, Mbah Hasyim tidak mempunyai guru Bernama Alwi Assegaf sampai dinyatakan sebaliknya berdasarkan sumber yang valid. Husen Alhabsyi merupakan salah satu rangkaian transmisi hadits Mbah Hasyim untuk hadist yang bersanad kepada Ismail bin Jarah.

Sampai saat ini semakin banyak ‘PR’ buat Rumail yang tidak dapat membuktikan ibaroh kalangan Baalwi dalam kitabnya mengenai klaim nasab dan sejarah. Di antaranya: Rumail sampai sekarang tidak dapat membawakan dalil kitab sezaman atau yang mendekati yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa pernah berhijrah ke Yaman; Rumail tidak dapat membawa dalil kitab sezaman atau yang mendekati yang menyatakan bahwa Ahmad bin Isa mempunyai anak bernama Ubed/Ubedillah/Abdullah; Rumail tidak dapat membuktikan bahwa makam Ahmad bin Isa telah ada sejak titimangsa palsu 345 H. ciptaan klan Baalwi; Rumail tidak dapat membawa satu dalil kitab sezaman yang menyatakan Ahmad bin Isa bergelar Al-Muhajir; Rumai tidak dapat membela kitab palsu Abnaul Imam karya Yusuf Jamaullail Baalwi yang diatributkan kepada Yahya Thabathaba dengan mengahdirkan manuskripnya; Rumail tidak bisa membawa bukti bahwa Ali Khali Qasam bukan tokoh fiktif; Rumail tidak bisa membawa bukti bahwa Sahib Mirbat pernah dilahirkan ke alam dunia; Rumail tidak bisa membuktikan bahwa Faqih Muqaddam pernah disebutkan oleh ahlinasab sebagai duriyat Nabi; Rumail tidak dapat membuktikan bahwa nama Faqih Muqaddam pernah eksis namanya sebelum abad 9 H. dan pernah dilahirkan oleh seorang ibu; Rumail tidak bisa menghadirkan bukti bahwa DNA Ba’alwi ada yang berhaplogroup J1 dengan subkalde J-L859; dll. Banyak sekali hal-hal yang tidak mampu dijawab Rumail dan seluruh Baalwi akan klaim mereka yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW tanpa bukti apapun.

Dari mulai beberapa minggu lalu sampai hari ini Rumail tidak bisa membawakan bukti tidak berdustanya Zen bin Sumet Ketika menceritakan dalam kitabnya Al-Manhajussawi bahwa Imam Al-Sindi mengatakan bahwa seorang Syarif lebih mulia dari 70 ulama. Penulis menantang Rumail dengan tegas untuk dapat membawa kutipan Zen bin Sumet itu dari kitab karya Imam Al-Sindi, namun Rumel tidak sanggup membawakannya, karena memang Imam Al-Sindi tidak pernah mengatakannya. Sekarang Rumel juga harus membela Asad Syahab yang menyatakan bahwa Ahmad Hasan Alatas adalah guru Mbah Hasyim, padahal ia terbukti tidak berada di Makkah Ketika Mbah Hasyim ada di sana. Lalu dengan cara apa Rumail membelanya?

Penulis: Imaduddin Utsman Al-Bantani




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *