Argumentasi Ahlus Sunnah wal Jama’ah terhadap Kesesatan Klaim Mi’raj Faqih Muqaddam

*Argumentasi Ahlus Sunnah wal Jama’ah terhadap Kesesatan Klaim Mi’raj Faqih Muqaddam*

Ajaran yang mengklaim bahwa Faqih Muqaddam mengalami mi’raj sebanyak 70 kali dalam sehari semalam serta bahwa hewan tunggangannya menghafal jalan-jalan langit dan bumi merupakan bentuk ghuluw (berlebihan) yang menyimpang dari prinsip tauhid dan syariat Islam. Klaim ini tidak hanya mengada-ada, tetapi juga berpotensi menyesatkan akidah umat karena bertentangan dengan dalil Al-Qur’an, Sunnah, dan pandangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

*1. Klaim Mi’raj Faqih Muqaddam: Bertentangan dengan Syariat dan Akidah Islam*

Dalam Kitab Syarhul Ainiyah hal.158 disebutkan bahwa Faqih Muqaddam mengaku,

> “dan tertulis dalam sebagian surat yang dia tulis kepada Sa’ad bahwa sesungguhnya dia berkata: aku di mi’rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak 7 kali dan dalam riwayat yang lain 27 kali semalam atau 70 kali.”

Pernyataan ini jelas berlebihan dan bertentangan dengan ajaran Islam, karena dalam Al-Qur’an Allah SWT menyebutkan bahwa Isra’ dan Mi’raj hanya terjadi satu kali dalam sejarah dan diberikan khusus kepada Nabi Muhammad ﷺ:

> سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1)

Dalam Syarh Muslim, Imam An-Nawawi menegaskan bahwa Isra’ dan Mi’raj adalah mukjizat Nabi Muhammad ﷺ yang tidak pernah diberikan kepada selainnya.

Selain itu, tidak ada satu pun riwayat shahih dalam sejarah Islam yang menyebutkan bahwa ada orang lain yang mengalami Mi’raj berulang kali, apalagi sampai 70 kali sehari semalam. Bahkan para sahabat Nabi, tabi’in, dan para wali besar seperti Imam Al-Ghazali, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Imam Junaid Al-Baghdadi, atau Imam Al-Suyuthi tidak pernah mengaku mengalami peristiwa semacam ini.

Kesimpulan:

Klaim ini tidak memiliki dasar dalam syariat Islam dan bertentangan dengan akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ini adalah bentuk khurafat dan ghuluw yang dapat menyesatkan umat Islam.

*2. Klaim Hewan Tunggangan yang Hafal Jalan ke Langit: Syirik Terselubung*

Dalam Kitab Jauharus Safaf Hal.95, terdapat klaim bahwa hewan tunggangan Faqih Muqaddam memiliki kemampuan menghafal jalan-jalan langit dan bumi:

> “Riwayat dari Syaikhul Kabir Al-Arif Billah Fadol bin Abdullah r.a bahwa dia berkata: dan adapun hewan tunggangan Al-Faqih Muhammad bin Alie itu paham betul jalan-jalan langit sebagaimana ia memahami jalan-jalan di bumi.”

Pernyataan ini sangat bertentangan dengan prinsip tauhid, karena tidak ada satu pun makhluk selain Nabi Muhammad ﷺ yang pernah melakukan perjalanan ke langit.

Allah SWT berfirman:

> وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ

“Dan di sisi-Nya kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (QS. Al-An’am: 59)

Satu-satunya kendaraan yang disebut dalam peristiwa Mi’raj adalah Buraq, yang hanya digunakan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam perjalanan yang merupakan mukjizat. Namun, Buraq tidak memiliki akal untuk menghafal jalan-jalan langit, melainkan diarahkan oleh kehendak Allah SWT.

Menurut Imam As-Suyuthi dalam “Al-Hawi lil Fatawa”, mengklaim bahwa seseorang memiliki kemampuan yang menyerupai mukjizat Nabi adalah kekufuran.

Selain itu, Imam Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumiddin” menjelaskan bahwa menganggap seorang selain nabi memiliki mukjizat kenabian adalah penyimpangan akidah.

Kesimpulan:

Klaim bahwa hewan tunggangan Faqih Muqaddam memiliki kemampuan supranatural adalah bentuk khurafat yang menyesatkan dan bertentangan dengan tauhid Islam.

*3. Ghuluw dalam Mengultuskan Faqih Muqaddam*

Mengklaim bahwa seseorang memiliki pengalaman Mi’raj berulang kali dan memiliki hewan yang mengetahui jalan-jalan langit adalah bentuk pengkultusan yang menyerupai cara kaum Nasrani dalam mengultuskan Nabi Isa AS.

Imam Asy-Syathibi dalam kitab “Al-I’tisham” menegaskan bahwa ghuluw dalam mengkultuskan seseorang adalah penyebab utama munculnya kesesatan dalam agama.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 

> إِيَّاكُمْ وَالغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالغُلُوِّ فِي الدِّينِ

“Hindarilah sikap berlebihan dalam beragama, karena yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap berlebihan dalam agama.” (HR. An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Bahkan dalam sejarah Islam, para sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah ﷺ seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib tidak pernah mengaku mengalami Mi’raj, apalagi dalam jumlah yang berlebihan seperti klaim terhadap Faqih Muqaddam.

Kesimpulan:

Menganggap Faqih Muqaddam memiliki keistimewaan melebihi Rasulullah ﷺ adalah bentuk ghuluw yang berbahaya dan berpotensi membawa kepada kesyirikan.

*Kesimpulan Akhir*

Berdasarkan dalil dari Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, klaim Mi’raj Faqih Muqaddam sebanyak 70 kali sehari serta hewan tunggangannya yang hafal jalan ke langit adalah:

  1. Bertentangan dengan tauhid, karena menisbatkan mukjizat khusus Nabi Muhammad ﷺ kepada manusia biasa.
  2. Tidak memiliki dasar dalam Islam, baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun pendapat ulama Aswaja.
  3. Bentuk ghuluw yang berbahaya, yang dapat menyesatkan umat.
  4. Khurafat yang harus ditolak, karena menyerupai ajaran sesat yang mengultuskan manusia secara berlebihan.

Maka, ajaran ini wajib diingkari dan ditolak oleh umat Islam, karena bertentangan dengan akidah Islam yang murni dan dapat mengarahkan kepada kesyirikan.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *