*DUA HAL YANG BERBEDA, KENAPA DISAMAKAN? (Menafikan Nasab yang Jelas vs. Menguji Klaim Nasab yang Tidak Berdasar)*
Dalam Islam, menjaga kejelasan garis keturunan merupakan prinsip yang sangat penting. Namun, ada perbedaan fundamental antara menafikan nasab seseorang yang terbukti sah dengan menolak klaim nasab yang tidak memiliki dasar yang kuat.
*1. Menafikan Nasab yang Jelas adalah Perbuatan Terlarang*
Islam melarang keras mengingkari nasab seseorang kepada ayahnya yang telah terbukti. Dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ disebutkan:
“Siapa yang mengaku kepada selain ayahnya, maka haram baginya surga.” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa seseorang tidak boleh mengklaim keturunan selain dari ayah biologisnya yang sah. Kejelasan nasab sangat dijaga dalam Islam agar tidak terjadi kekacauan dalam struktur sosial dan hukum waris.
Dalam hal klan Ba’alwi, menafikan nasab mereka justru menjadi kewajiban karena mencakup kesucian dan kehormatan nasab Nabi Muhammad ﷺ. Berdasarkan bukti sejarah, filologi, genetika, dan perilaku, klaim Ba’alwi sebagai dzuriyat Nabi tidak memiliki dasar yang valid. Tidak ada dokumen sezaman yang mencatat Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa, sementara penelitian filologi menunjukkan bahwa sumber-sumber yang mereka gunakan tidak kredibel. Dari sisi genetika, hasil tes DNA membuktikan bahwa keturunan Nabi berasal dari haplogroup J1, sedangkan klan Ba’alwi termasuk dalam haplogroup G, yang menegaskan bahwa mereka bukan bagian dari nasab Rasulullah ﷺ. Selain itu, perilaku klan Ba’alwi dalam sejarah, termasuk distorsi fakta dan klaim nasab tanpa bukti sah, semakin memperjelas bahwa menolak klaim mereka bukan hanya benar secara ilmiah, tetapi juga menjadi kewajiban demi menjaga kemurnian keturunan Rasulullah ﷺ.
*2. Menguji Klaim Nasab yang Tidak Berdasar*
Sebaliknya, bagaimana jika ada sekelompok orang yang mengklaim keturunan tanpa bukti kuat? Dalam sejarah Islam, keberadaan Naqobah Asyraf bertujuan untuk menjaga kemurnian nasab para Saadah Asyraf (keturunan Rasulullah ﷺ) dari para penyusup. Jika ada yang mengaku sebagai keturunan Nabi, maka mereka wajib memberikan bukti yang valid.
Namun, dalam kasus Ubaidillah yang diklaim sebagai anak Ahmad bin Isa, tidak ada bukti sejarah yang mendukung klaim ini. Klaim tersebut hanya berdasarkan cerita turun-temurun dari kelompok Ba’alwi, tanpa ada dokumen sejaman atau bukti tertulis dari periode tersebut.
Para ahli filologi dan sejarah yang meneliti dokumen-dokumen asli tidak menemukan teks yang menyebut Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa. Kesultanan Utsmani melalui Naqobah Asyraf juga tidak memberikan isbat kepada Ba’alwi karena mereka gagal memberikan bukti yang valid. Bahkan, Kesultanan Utsmani melalui Amir Mekkah melarang Ba’alwi untuk mengklaim status Sayyid karena ketidakjelasan nasab mereka.
*3. Bukti Ilmiah dari DNA*
Selain bukti sejarah dan filologi, tes DNA modern juga membuktikan bahwa Ba’alwi bukan keturunan Nabi Muhammad ﷺ. Hasil penelitian genetika menunjukkan bahwa haplogroup Ba’alwi adalah G, sedangkan keturunan Rasulullah ﷺ berasal dari haplogroup J1. Mutasi genetik tidak mungkin mengubah haplogroup dari J1 ke G dalam satu garis keturunan laki-laki, karena perbedaan ini membutuhkan waktu puluhan ribu tahun.
*Menjaga Kejujuran dalam Sejarah*
Jadi, menolak klaim nasab yang tidak berdasar bukanlah menafikan nasab yang sah, melainkan upaya menjaga kejujuran dalam sejarah dan ilmu pengetahuan. Islam tidak melarang kita untuk menguji kebenaran suatu klaim, terutama jika klaim tersebut tidak didukung oleh bukti yang kuat.
*Analisis Terhadap Video KH. Marzuki Mustamar dan KH. Miftakhul Akhyar*
Dalam video yang beredar, KH. Marzuki Mustamar memberikan argumen yang lebih objektif dan berbasis ilmiah dibandingkan dengan KH. Miftakhul Akhyar. KH. Marzuki menekankan pentingnya bukti sejarah dan validitas klaim nasab, sedangkan KH. Miftakhul Akhyar lebih mengedepankan pendekatan emosional tanpa mengacu pada bukti konkret.
*Referensi dari Ahli*
- Dr. Michael Hammer – Ahli genetika dari University of Arizona yang meneliti haplogroup J1 sebagai garis keturunan Nabi Muhammad ﷺ.
- Prof. Dr. Manachem Ali – Filolog dan akademisi yang meneliti manuskrip Arab klasik dan menemukan ketidaksesuaian klaim nasab Ba’alwi dengan sumber asli.
- Dr. Sugeng Sugiarto – Genetika Indonesia yang menegaskan bahwa DNA dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau membantah klaim genealogi.
Faktanya, memeriksa keabsahan klaim nasab bukanlah dosa, tetapi justru langkah untuk melindungi sejarah Islam dari kepalsuan. Tidak ada salahnya bertanya dan mencari bukti, karena kebenaran tidak takut diuji!