Golok, Batu, dan Kebohongan di Petarukan-Pemalang

*Golok, Batu, dan Kebohongan di Petarukan-Pemalang*

Insiden bentrokan berdarah di Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, antara Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) dan massa Front Pembela Islam (FPI) bukan sekadar gesekan massa biasa. Ini adalah ledakan dari bara konflik ideologis yang telah lama menyala: antara gerakan Islam moderat berbasis keilmuan dan warisan ulama Nusantara, melawan ormas berhaluan radikal yang gemar memanaskan publik dengan retorika permusuhan.

Semua bermula dari keresahan masyarakat atas agenda ceramah Rizieq Shihab yang dijadwalkan digelar di Petarukan. Dalam beberapa bulan terakhir, retorika Rizieq banyak disorot karena menyerukan umat Islam untuk “mengasah golok” dan “bersiap perang.” Narasi keras ini membakar keresahan warga. Maka, PWI-LS bersama elemen masyarakat datang ke lokasi untuk menyampaikan aspirasi secara damai dan meminta aparat membubarkan acara.

Menurut Sekretaris Jenderal PWI-LS, Ken I Pramendra, saat negosiasi antara PWI-LS dan aparat kepolisian berlangsung, tiba-tiba massa FPI melempar batu ke arah rombongan PWI-LS dan aparat. Aksi brutal itu yang memicu bentrok. “FPI memulai serangan, dan kami punya bukti,” tegas Ken.

Namun pasca kejadian, publik disuguhi narasi sebaliknya. FPI menuduh PWI-LS datang membawa senjata tajam dan menjadi pemicu utama. Tuduhan ini dibantah keras oleh PWI-LS. Bahkan, mereka menunjukkan bukti visum anggota laskar yang terluka akibat senjata tajam, sebagai indikasi bahwa justru pihak merekalah yang menjadi korban kekerasan fisik dari FPI.

Konflik ini semakin rumit karena adanya pengkhianatan terhadap kesepakatan bersama. Sebelumnya, dalam forum mediasi antara kedua belah pihak, telah disepakati bahwa Rizieq Shihab tidak akan hadir dan tidak akan naik panggung, serta baik FPI maupun PWI-LS tidak akan berada di lokasi acara. Tetapi realitas di lapangan berbeda: Rizieq hadir, FPI hadir, panggung tetap berjalan, dan massa mereka memicu kericuhan.

“Kesepakatan dilanggar. Komitmen dicampakkan. FPI kembali menunjukkan wajah aslinya: tidak taat hukum, tidak jujur, dan tidak bertanggung jawab,” ujar Ken dengan geram.

PWI-LS menempuh jalur hukum. Mereka melaporkan FPI atas provokasi, kekerasan fisik, dan penyebaran informasi palsu. Mereka menegaskan bahwa gerakan mereka lahir bukan untuk menciptakan kekacauan, tetapi untuk menjaga warisan Islam nusantara yang damai, toleran, dan ilmiah.

“Kami tidak akan diam ketika ulama kami dihina. Kami tidak akan tunduk ketika kiai kami dicaci. Kami tidak tinggal diam ketika sejarah perjuangan Islam Indonesia disebut fiksi oleh kelompok yang mengangkat nasab tapi menolak ilmu,” tegasnya lagi.

PWI-LS berdiri membela ajaran Walisongo, bukan fanatisme buta atas nama darah. Mereka tidak anti keturunan, tetapi anti manipulasi sejarah. Mereka tidak menolak nasab, tetapi menolak klaim sepihak yang telah terbukti lemah secara ilmiah—baik dalam sejarah, filologi, maupun genetika.

Insiden Petarukan adalah peringatan keras bahwa radikalisme berbaju agama masih menjadi ancaman nyata. Bukan hanya bagi keamanan, tetapi bagi akal sehat dan kehormatan umat Islam itu sendiri.

Kini masyarakat menunggu: apakah hukum akan bertindak tegas, atau membiarkan kekerasan berjubah agama terus menebar ancaman di tanah air ini?

 




One thought on “Golok, Batu, dan Kebohongan di Petarukan-Pemalang

  1. Moh Faesholi, M.Pd.I

    Dawuh Guru:
    KH DIMYATHI bin KH ABDULLAH bin KH ABDUL MANNAN DIPOMDNGGOLO

    MA SIWA ILMI ATRIKANNA WARA’AKA WA DA’ MINAL UMURI MA KADARAKA

    APA APA YANG TIDAK BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH MAKA TINGGALKANLAN, dan TINGGALKAN SEMUA URUSAN YANG MEMBUAT HATI NURANI KALIAN BERTENTANGA

    Berdasarkan Pedoman Kitab Suci AL QUR’AN Hadist Ijma’ Qiyas Ilmu Sejarah dan Ilmu DNA
    Maka kami siap mendukung dan berjuang bersama PWI LS Indonesia dan Dunia

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *