ISMAEL KHOLILI BANJIR DUKUNGAN NETIZEN

*ISMAEL KHOLILI BANJIR DUKUNGAN NETIZEN*

“Kuliti Kitab Kyai Imad, El… Wakaf ‘Palsu’nya Nasab Habib”

Sebuah video beredar di jagat maya: kitab karya KH Imaduddin Utsman MA dibakar oleh pihak penerimanya. Aksi itu sontak memicu reaksi publik. Alih-alih meredup, gaung penelitian KH Imad soal klaim genealogi Ba’alwi justru semakin ramai diperbincangkan.

Nama Muhammad Ismael Al Kholilie, atau yang akrab disapa Ismael Kholili, kini ikut terseret dalam pusaran diskusi. Di berbagai forum media sosial, ia diminta netizen untuk tidak sekadar mengomentari, melainkan menguliti secara akademik kitab Minhajun Nasabin—karya yang ditulis KH Imaduddin sebagai kritik atas klaim Ba’alwi sebagai dzurriyyah Rasulullah SAW.

*Tantangan untuk Membuktikan Nasab*

Suara publik, termasuk dari kalangan awam, mengerucut pada satu hal: jika benar nasab Ba’alwi bersambung ke Nabi Muhammad SAW, maka sudah seharusnya bukti ilmiah dihadirkan. Caranya jelas:

  1. *Membawa dokumen genealogi* yang sahih dan dapat diverifikasi, bukan sekadar catatan turunan yang beredar belakangan.
  2. *Menguji naskah dan filologi* untuk menilai keaslian serta rantai transmisi teks.
  3. *Menghadirkan kajian sejarah* berbasis sumber primer yang teruji.
  4. *Menggunakan analisis genetika*—sebuah metode modern yang semakin tak terelakkan dalam riset genealogi global.

Semua itu, menurut suara publik, sebaiknya diuji di ruang akademik yang netral, terbuka, dan menghadirkan para profesor sejarah, filologi, biologi, maupun pakar nasab.

*Dari Panggung Emosi ke Mimbar Akademik*

Dalam tradisi Islam, kritik ilmiah dijawab dengan karya tandingan. Al-Ghazali menulis Tahafut al-Falasifah untuk membongkar filsafat, lalu dijawab Ibnu Rusyd dengan Tahafut al-Tahafut. Ibnu Taimiyyah pun berdebat sengit dengan para mutakallimun lewat puluhan jilid kitab.

Kini publik menantikan hal serupa: alih-alih membakar kitab atau menyerang secara emosional, mengapa tidak menulis bantahan akademik? Mengapa tidak menghadirkan riset pembanding yang setara bobotnya?

*Harapan untuk Ismael*

Banyak warganet menaruh harapan pada Ismael Kholili. Harapan itu sederhana: bacalah kitab Minhajun Nasabin, kupaslah dengan hujjah, lalu hadirkan bantahan berbasis ilmu.

Sebab dalam sejarah keilmuan Islam, perbedaan tajam bukanlah aib. Yang menjadi ukuran adalah etika adab dan kedalaman argumen.

*Simbol Kontestasi Intelektual*

Aksi pembakaran kitab boleh saja dimaksudkan sebagai penolakan simbolik. Namun di mata publik, ia justru menghadirkan pertanyaan: jika benar kitab itu rapuh secara ilmiah, mengapa tidak dibantah dengan ilmu?

Maka, setiap kali kitab itu diserang dengan emosi, gaungnya justru semakin meluas. Netizen melihatnya sebagai bukti bahwa karya KH Imad berdiri di atas fondasi kokoh, sulit dipatahkan hanya dengan retorika.

Kontroversi nasab Ba’alwi seakan menjadi cermin kontestasi antara dua jalur: jalan emosional yang memilih simbol-simbol perlawanan, atau jalan akademik yang menguji lewat data, filologi, dan sains.

Publik tampaknya sudah memilih: mereka menunggu debat yang elegan, di kampus, dengan para profesor, bukan di panggung emosi. Dan di tengah arus itu, nama Smael Kholili kini menjadi salah satu yang ditunggu aksinya—apakah akan memilih menguliti kitab lewat hujjah, atau tetap bermain di ruang simbolik yang serba emosional.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *