*Jalur Terang dari Yordania, Bayang-Bayang Gelap dari Hadramaut*
Oleh: Redaksi walisongobangkit.com
Di balik takhta kerajaan Yordania, mengalir darah Bani Qatadah—nama yang terverifikasi secara nasab, sejarah, dan kini bahkan secara genetik sebagai keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW. Namun jauh di selatan, di balik jubah putih dan sorban harum Hadramaut, muncul gelombang klaim dzurriyat Nabi dari kelompok yang menyebut diri sebagai “Habib”. Sayangnya, klaim itu lebih sering bergema di mimbar ketimbang terbukti di laboratorium.
*Nasab di Atas Kertas dan di Dalam Gen*
Bani Qatadah bukan sekadar nama tua dari abad pertengahan. Mereka adalah penguasa Makkah ratusan tahun lamanya. Raja Abdullah II dari Yordania hari ini adalah keturunan langsung dari Qatadah bin Idris—jalur Hasan bin Ali yang terpelihara dalam dokumen-dokumen resmi Naqabah Asyraf Mesir, Yordania, dan Hijaz.
Verifikasi genetiknya pun kokoh. Hasil tes DNA dari berbagai individu keturunan sah Bani Qatadah menunjukkan haplogroup J1-P58, subclade genetik yang banyak ditemukan di kalangan Arab Quraisy dan merupakan indikator biologis yang kredibel dari dzurriyat Nabi SAW. Ini bukan klaim serampangan: database global seperti FTDNA, YFull, dan proyek “Arab DNA” telah mencatat konsistensi genetik ini pada keturunan Nabi dari jalur Hasan maupun Husein.
📌 *Bani Qatadah (jalur Hasan):*
✅ Silsilah diakui
✅ DNA J1-P58
✅ Diakui dunia Islam dan ilmiah
*Raja dengan Beban Moral, Bukan Sekadar Gelar*
Keturunan bukan sekadar status. Raja Abdullah II memang bukan khalifah, tapi ia memikul tanggung jawab moral atas garis nasabnya. Ia membuka perbatasan bagi pengungsi Suriah, menyuarakan pembelaan terhadap Palestina, dan memelihara situs-situs Islam di Yerusalem. Kakeknya, Raja Abdullah I, gugur syahid di Masjid Al-Aqsa. Ayahnya, Raja Hussein, menyerahkan tanah bagi pengungsi Palestina.
Mereka tidak menjadikan silsilah sebagai dagangan. Tidak ada praktik “pijak kepala orang miskin demi nama Nabi.” Tidak ada jual-beli ijazah “karomah”.
*Sementara Itu, di Hadramaut…*
Di sisi lain, kelompok Ba’alwi yang mengklaim berasal dari Ahmad al-Muhajir, konon jalur Huseini, justru menyisakan banyak pertanyaan. Tokoh kunci yang mereka sebut—Ubaidillah bin Ahmad—tidak ditemukan dalam kitab-kitab nasab klasik Syiah maupun Sunni. Lebih memprihatinkan, tes DNA dari sebagian besar keturunan Ba’alwi justru menunjukkan haplogroup G—bukan J1, dan bahkan bukan dari garis keturunan Nabi Ibrahim AS sekalipun.
📌 *Klan Ba’alwi (klaim dari Ubaidillah bin Ahmad):*
❌ Silsilah problematik (tokoh sentral tidak tercatat dalam sumber klasik)
❌ DNA haplogroup G, bukan J1
❌ Tidak diakui oleh Naqabah Asyraf Hijaz
Yang lebih gawat: sebagian dari mereka justru menjadikan “nasab” sebagai alat pemungutan dana dari masyarakat awam—mulai dari “pengijazahan”, “tabaruk”, hingga “transfer berkah” yang secara struktural menjadi bentuk pemerasan spiritual. Ini bukan dakwah, ini model bisnis.
*Nasab Adalah Amanah, Bukan Alat Monopoli*
Nasab Nabi adalah tanggung jawab moral dan sosial, bukan alat legitimasi untuk mendominasi umat. Bani Qatadah menunjukkan sikap kenegaraan yang menjunjung nasab sebagai amanah. Sebaliknya, sebagian Ba’alwi terjebak dalam glorifikasi tanpa basis ilmiah dan historis.
Maka jika publik ingin mengenali dzurriyat Nabi yang otentik, lihatlah bukan pada jumlah gelar atau tampilan seragam, tapi pada konsistensi silsilah dan bukti ilmiah. *Hari ini, rujukan paling sahih ada di Yordania—bukan di Hadramaut.*
🧾 Catatan Redaksi:
Tulisan ini berdasarkan data terbuka dari Naqabah Asyraf, publikasi DNA Arab (FTDNA, YFull), serta referensi sejarah keluarga Hashemit. Ini bukan serangan pribadi, melainkan pembelaan terhadap kebenaran ilmiah dan etika moral atas nama Nabi Muhammad SAW.