*Kritik kepada Ulama yang Tidak Peduli Umat dan Malah Membela Klan Ba’alwi*
Dalam situasi di mana umat Islam sedang menghadapi tantangan besar, termasuk pemalsuan nasab, rasisme dalam komunitas Muslim, dan manipulasi sejarah, seharusnya para ulama menjadi garda terdepan dalam membela kebenaran. Namun, realitas yang kita hadapi saat ini adalah banyaknya ulama yang justru memilih diam atau bahkan membela Klan Ba’alwi, meskipun bukti-bukti sejarah, filologi, dan genetika telah membantah klaim mereka sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
*Analogi Orang Tenggelam: Ulama yang Tidak Peduli dengan Umat*
Bayangkan ada seseorang yang sedang tenggelam, berteriak minta tolong, tetapi orang-orang di sekitarnya malah sibuk membagi sembako, beralasan bahwa mereka sedang berbuat baik. Inilah analogi bagi para ulama yang memilih diam atau bahkan membela klan Ba’alwi, sementara umat menghadapi polemik besar terkait nasab palsu, rasisme, dan pemalsuan sejarah.
Jika seorang ulama benar-benar memahami urgensi masalah ini, seharusnya mereka memprioritaskan pembelaan terhadap umat daripada hanya sibuk membahas hal-hal yang tidak menyentuh akar permasalahan.
*1. Ilmu Tanpa Kepedulian Itu Tidak Bermakna*
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad dan Thabrani)
Hadis ini menunjukkan bahwa seorang ulama yang memiliki ilmu seharusnya menggunakannya untuk membela umat dari kebatilan. Sebaliknya, jika seorang ulama memilih diam terhadap permasalahan serius yang menyangkut pemalsuan sejarah dan penindasan umat, maka ilmunya tidak memberikan manfaat yang hakiki.
Dalam sejarah Islam, ulama-ulama besar seperti Imam Safi’I, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Nawawi, dan ulama terdahulu , tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga berani bersuara melawan kezaliman. Sikap pasif terhadap penipuan nasab yang dilakukan Klan Ba’alwi menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam pemahaman sebagian ulama masa kini tentang peran mereka dalam membela kebenaran.
*2. Mengapa Ulama Terdahulu Tidak Membahas Nasab Klan Ba’alwi?*
Sebagian orang berdalih bahwa ulama terdahulu tidak mempermasalahkan nasab Klan Ba’alwi, sehingga seharusnya kita pun tidak mempertanyakannya. Namun, ada beberapa faktor yang menjelaskan mengapa ulama zaman dahulu tidak membahasnya:
- *Belum Ada Urgensi*: Pada masa itu, Klan Ba’alwi belum menunjukkan penyimpangan besar dalam pemanfaatan klaim nasab mereka. Mereka masih dikenal sebagai orang-orang baik yang tidak menggunakan status mereka untuk menindas umat.
- *Fokus Islamisasi*: Ulama pada masa lalu lebih berfokus pada penyebaran Islam dan penguatan akidah daripada membahas klaim nasab yang sulit diverifikasi tanpa alat modern.
- *Keterbatasan Akses Informasi*: Dahulu, menelusuri asal-usul seseorang yang tinggal di luar negeri membutuhkan waktu yang lama dan akses yang terbatas. Berbeda dengan sekarang, di mana internet dan pesawat terbang memungkinkan kita untuk melakukan penelitian lintas negara dengan lebih mudah.
- *Belum Ada Teknologi DNA*: Dengan kemajuan teknologi saat ini, nasab seseorang dapat diuji secara ilmiah melalui analisis DNA. Hasil penelitian genetika telah menunjukkan bahwa Klan Ba’alwi bukan bagian dari haplogroup J1, yang dikaitkan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW.
*3. Teknologi dan Ilmu Pengetahuan Membongkar Kebohongan Nasab Klan Ba’alwi*
Dalam era modern ini, ilmu sejarah, filologi, dan genetika telah berkembang pesat, memungkinkan kita untuk melakukan verifikasi yang lebih akurat. Para pakar genetika seperti Dr. Michael Hammer dan Dr. Sugeng Sugiarto telah menegaskan bahwa teknologi DNA dapat digunakan untuk melacak garis keturunan dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Sejumlah penelitian genetika yang dilakukan terhadap Klan Ba’alwi menunjukkan bahwa mereka bukan berasal dari haplogroup J1, melainkan haplogroup G, yang tidak memiliki keterkaitan dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Fakta ini semakin menguatkan bahwa klaim nasab mereka adalah kebohongan besar yang harus diungkap.
*4. Membela Klan Ba’alwi Berarti Membiarkan Kezaliman Berlanjut*
Ulama yang membela Klan Ba’alwi tanpa mempertimbangkan bukti-bukti ilmiah dan sejarah sejatinya sedang berkontribusi terhadap penyebaran kezaliman. Beberapa kejahatan sejarah yang dilakukan Klan Ba’alwi antara lain:
- *Pemalsuan Makam Pahlawan Nasional*: Mereka mengklaim bahwa beberapa makam ulama dan tokoh nasional berasal dari keturunan mereka, padahal tidak ada bukti sejarah yang mendukung klaim ini.
- *Sistem Kasta dalam Islam*: Dengan mengklaim sebagai keturunan Nabi, mereka menciptakan sistem kasta yang membedakan diri mereka dari umat Islam lainnya, yang bertentangan dengan ajaran Islam tentang persamaan derajat manusia.
- *Distorsi Sejarah Nahdlatul Ulama (NU)*: Mereka mencoba mengubah narasi sejarah NU untuk menguntungkan posisi mereka, meskipun banyak bukti yang menunjukkan bahwa NU didirikan oleh para ulama asli Nusantara.
*5. Ulama Sejati Tidak Menghindari Masalah Umat*
Seorang ulama sejati adalah mereka yang tidak hanya berbicara tentang ilmu dan amal, tetapi juga membela umat dari ketidakadilan. Jika ada ulama yang lebih memilih diam atau bahkan membela kebohongan Klan Ba’alwi, maka mereka harus dipertanyakan komitmennya terhadap Islam.
Dalam sejarah Islam, banyak ulama yang berani menentang kebatilan, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang melawan doktrin sesat Khalq al-Qur’an, atau Imam Syafi’i yang menolak penguasa zalim. Mengapa ulama zaman sekarang tidak bisa meniru keberanian mereka dalam mengungkap fakta terkait klaim palsu Klan Ba’alwi?
*Instrospeksi:*
Ilmu dan amal tanpa kepedulian terhadap umat adalah kebatilan. Jika ada ulama yang memilih diam terhadap polemik nasab Ba’alwi, rasisme mereka, dan pemalsuan sejarah nasional, maka dia tidak lebih baik dari seseorang yang melihat orang tenggelam tetapi malah sibuk berbagi sembako sebagai alasan berbuat baik.
Sebagai umat Islam, kita harus mengingat bahwa membela kebenaran adalah bagian dari kewajiban kita. Ulama sejati adalah mereka yang tidak hanya mengajarkan ilmu dan beramal, tetapi juga berani menyuarakan kebenaran demi kepentingan umat dan menjaga kemurnian sejarah Islam.