Sayid dalam Sorotan Genetika: Klyosov 2024 dan Kebuntuan Klaim Klan Ba’alwi
Klaim Sayid dalam Sorotan Ilmu Genetika: Temuan Klyosov 2024
Redaksi
Tak semua klaim warisan darah bisa lolos dari ujian sains. Itulah pesan utama yang muncul dari publikasi ilmiah terbaru Anatole Klyosov, ilmuwan DNA keturunan Rusia-Amerika yang telah dikenal luas dalam pemetaan genealogi berbasis kromosom Y. Dalam edisi April 2024 Proceedings of the Academy of DNA Genealogy, tepatnya pada makalah ketiga halaman 470, Klyosov kembali menyentil isu sensitif: klaim keturunan Nabi Muhammad SAW oleh kelompok yang menyebut diri mereka “Sayid”.
Temuannya tegas dan berbasis data. “Keturunan Nabi Muhammad, menurut sejumlah sumber, tergolong dalam haplogroup J-L859,” tulis Klyosov, setelah mengkaji jejak DNA paternal dari berbagai individu yang mengklaim garis nasab langsung kepada Nabi melalui Hasan dan Husein.
Mengapa J-L859?
J-L859 adalah cabang dari haplogroup J1-M267, kelompok genetik yang jamak ditemukan di Jazirah Arab. Subclade ini terpetakan dalam garis paternal yang menyempit dan menunjukkan asal usul dari satu leluhur pria yang hidup sekitar 1.300 hingga 1.400 tahun lalu—periode yang sejajar dengan era kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Para peneliti lain seperti Dr. Michael Hammer dari University of Arizona juga sampai pada simpulan serupa. Risetnya, yang menggunakan pendekatan haplotipe dan SNP mutasi pada kromosom Y, menunjukkan bahwa kelompok-kelompok dengan klaim keturunan Nabi yang kredibel konsisten menunjukkan pola J-L859. Artinya, dari sisi genetika, hanya mereka yang berada dalam haplogroup ini yang mungkin secara biologis berada dalam garis paternal Rasulullah.
Konsekuensi Bagi Klaim Tradisional
Masalahnya, tak sedikit yang mengklaim gelar “Sayid” atau “Habib”, tapi ketika diuji, justru menunjukkan haplogroup berbeda—termasuk G, R1a, E, atau bahkan L. Dalam konstruksi sains, klaim semacam ini ambruk seketika. Garis paternal tidak bisa dimanipulasi dengan dokumen atau dongeng lisan; ia ditulis dalam nukleotida, diwariskan dari ayah ke anak laki-laki secara langsung.
Itulah mengapa, dalam dunia genealogi modern, hasil laboratorium memiliki nilai pembuktian yang lebih tinggi daripada sekadar “kitab nasab”.
Genetika vs Kesakralan?
Tentu, sains tidak bicara soal keimanan atau kesalehan. Tapi ketika klaim darah suci digunakan untuk mengkapitalisasi status sosial, politik, bahkan keagamaan—maka sains wajib bersuara. Ilmu pengetahuan bukan musuh tradisi, tetapi alat untuk menyaring mana warisan yang sahih dan mana yang hanya basa-basi warisan.
Dan Klyosov, dalam catatannya yang kritis, tak segan menyatakan bahwa “banyak klaim Sayid saat ini tidak berdasar secara genetik.” Bagi masyarakat yang menuntut kejujuran sejarah, pernyataan semacam ini bukan kontroversi—tetapi koreksi yang dibutuhkan.
Buka mata hati dan logika berfikir yang sehat untuk menerima kebenaran
Apa yang dilakukan Klyosov bukanlah serangan terhadap Islam, melainkan pembelaan terhadap akurasi. Di tengah derasnya arus mitos dan kultus personal dalam dunia Islam modern, suara para ilmuwan seperti dia perlu didengar.
Ilmu genetika telah memberi kita satu alat penting: kemampuan untuk menyibak tirai sejarah. Kini, tinggal bagaimana masyarakat—terutama yang terlanjur percaya pada klaim Sayid secara membuta—berani menengok ke dalam mikroskop. Karena dalam mikroskop itulah, kebenaran sesungguhnya bersuara.
📌 Sumber: Anatole Klyosov, “Hashimites and Quraysh from the DNA Genealogy Point of View”, dalam Proceedings of the Academy of DNA Genealogy Vol. 17, No. 4, April 2024, hal. 470.
Link pdf:
https://www.anatole-klyosov.com/17_4_2024.pdf
Klan Ba’alwi: Klaim Tak Sesuai Data
Di sinilah letak masalah besar bagi klan Ba’alwi, kelompok yang secara turun-temurun mengklaim sebagai dzurriyat Nabi dan menyematkan gelar “Sayid” atau “Habib”. Namun hasil tes genetik Y-DNA dari berbagai individu yang mengaku berasal dari klan Ba’alwi justru memperlihatkan hasil mencengangkan: haplogroup G, bukan J-L859.
Haplogroup G tidak berakar dari garis keturunan Quraisy atau Bani Hasyim. Ia lebih dekat dengan populasi Kaukasia, Asia Tengah, dan beberapa komunitas non-Semitik. Temuan ini bukan hal remeh—ia meruntuhkan klaim nasab yang selama ini dianggap sakral dan tak tergugat.
Secara ilmiah, keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Hasan dan Husein seharusnya memiliki pola DNA yang selaras dengan J-L859. Maka, siapapun yang tidak menunjukkan haplogroup ini, tidak mungkin secara biologis merupakan keturunan Nabi dari jalur laki-laki.
Warisan Tak Lagi Bisa Dipalsukan
Selama ini, keabsahan nasab kerap dimonopoli oleh elite spiritual yang bersandar pada kitab nasab buatan tangan manusia—yang ironisnya, tidak pernah bisa diuji. Kini, dengan kemajuan ilmu genetika, garis leluhur bisa diverifikasi secara objektif. Hasil DNA tak bisa disuap, tak bisa diubah dengan titimangsa palsu, dan tak bisa dibungkam dengan dogma.
Publikasi Klyosov 2024 menjadi tamparan keras bagi klan-klan yang membangun status sosial dan keagamaan di atas klaim keturunan Nabi tanpa bukti biologis yang sah. Mereka yang bersandar pada haplogroup G, seperti yang ditemukan pada sejumlah individu Ba’alwi, tak bisa lagi mengklaim legitimasi profetik hanya karena warisan verbal atau gelar kehormatan yang diwariskan secara turun-temurun.
Sains Tak Takut Tabu
Ilmu pengetahuan bukan musuh agama. Tapi ilmu juga tak tunduk pada tabu. Dalam dunia yang mengagungkan objektivitas, saatnya kita menata ulang ulang narasi sejarah berdasarkan data, bukan hanya dokumen yang diklaim sakral.
Karena bila warisan darah memang benar, mengapa takut diuji?
🔍 Referensi tambahan:
Dr. Michael Hammer, Y Chromosome Haplotypes and the Origins of the Cohanim (1997)
Data haplogroup J1-P58 dari YFull, FamilyTreeDNA, dan studi populasi Semit Timur Tengah.