Sudah Formal Kultural Sahih dan Rajih: Klan Ba’Alwi Bukan Dzuriyah Nabi Muhammad s.a.w.

*Sudah Formal Kultural Sahih dan Rajih: Klan Ba’Alwi Bukan Dzuriyah Nabi Muhammad s.a.w.*

 

Kabib-kabib Ba’Alwi bukanlah bagian dari *syuhrah istifadhoh* (kesaksian umum yang bersumber dari tradisi turun-temurun yang sahih), tetapi sekadar populer karena faktor historis. Popularitas mereka tidak muncul secara alami dalam konteks ilmiah atau genealogis yang sahih, melainkan akibat kooptasi sistem kolonialisme yang berlangsung lebih dari 350 tahun di berbagai negara jajahan. Ba’Alwi dan beberapa ulama Wahhabi mendapatkan posisi sebagai mufti dan alat pemerintah kolonial di berbagai wilayah, termasuk Arab Saudi. Hal ini otomatis mengokohkan pengaruh mereka dalam ketokohan keagamaan dengan dukungan otoritas kompeni.

 

*1. Tidak Diakui oleh Naqobah Asyraf Resmi*

Ba’Alwi tidak pernah diakui sebagai bagian dari keluarga *Naqobah Asyraf Iraq* maupun *Husaini Yaman*—dua otoritas resmi yang mencatat nasab dzuriyah Nabi Muhammad ﷺ. Anehnya, *Rabithah Alawiyah* justru meminta pengesahan sebagai dzuriyah Nabi kepada pemerintah kolonial, bukan kepada *Naqobah Asyraf* yang memiliki kewenangan sah dalam urusan ini. Langkah ini memperlihatkan adanya upaya mendirikan *naqobah tandingan*, yang pada akhirnya mendapat penolakan keras dari *KH Hasyim Asy’ari* serta *24 ulama Nahdlatul Ulama* pada tahun *1932*.

(Referensi: Manuskrip “Pandangan 25 Ulama Besar-Besar dari Nahdlatul Ulama Surabaya, Tentang Titel Saiyed” https://heyzine.com/flip-book/c821bd8c84.html)

 

*2. Tidak Tercatat dalam Kitab-Kitab Nasab Sahih dan Mutasil Sezaman*

Tidak ditemukan satu pun kitab nasab yang *mutasil (bersambung tanpa putus)* dan sahih yang mencatat nasab Ba’Alwi sebagai bagian dari keturunan Rasulullah ﷺ. Klaim mereka baru muncul dan dicangkokkan secara *anomalous* pada *abad ke-9 Hijriyah* terhadap seorang tokoh yang hidup pada *abad ke-4 Hijriyah*, suatu ketidakwajaran dalam ilmu nasab. Hal ini menunjukkan bahwa klaim mereka *tidak memiliki dasar sejarah yang kokoh*.

 

*3. Uji Genetika: Ba’Alwi Bukan Keturunan Jazirah Arab*

Hasil uji genetika menunjukkan bahwa garis keturunan Ba’Alwi *bukan berasal dari Jazirah Arab* (bukan dari suku Quraisy, bukan asli Yaman, dan bukan bagian dari garis keturunan Hasani atau Husaini). DNA mereka mengarah kepada *haplogroup G* yang lebih umum ditemukan di wilayah *Kaukasus dan Prindavan* (India utara), bukan *haplogroup J1*, yang merupakan penanda genetik khas Bani Hasyim dan keturunan Nabi Muhammad ﷺ.

 

*4. Ijma’ Ulama Mustahil Terjadi*

Tidak ada *ijma’ ulama* (kesepakatan ulama) yang membenarkan klaim nasab Ba’Alwi. Bagaimana mungkin ulama *abad ke-4 hingga ke-9* berijma’ atas sesuatu yang *baru diklaim pada abad ke-9?* Dengan kata lain, *mustahil ada ijma’* dalam perkara ini karena klaim nasab Ba’Alwi terhadap Alawi bin Ubaidillah baru muncul *lima abad setelahnya*, tanpa ada sanad mutasil yang kuat dari periode awal Islam.

Dengan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa klaim *Ba’Alwi sebagai dzuriyah Nabi Muhammad ﷺ adalah tidak sahih dan tidak memiliki dasar ilmiah* baik secara *historis, genealogis, maupun genetik*. Oleh karena itu, kesadaran umat Islam harus terus ditingkatkan agar tidak mudah menerima klaim-klaim yang tidak memiliki legitimasi akademik maupun syariat yang sahih.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *