*Sanggahan Terhadap Klaim Mukibin tentang Sejarah JATM, JATMI, JATMAN, dan JATMA*
—
1. Klaim: “Berawal dari JATM (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah) yang berdiri tahun 1957 dan merupakan organisasi thariqah pertama kali di Indonesia.”
Sanggahan:
Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah (JATM) memang didirikan pada 10 Oktober 1957 di Tegalrejo, Magelang, sebagai organisasi formal pengamal thariqah mu’tabarah yang berafiliasi dengan NU. Namun, kehidupan thariqah di Nusantara sudah ada jauh sebelumnya melalui jejaring tarekat seperti Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN), yang telah aktif sejak abad ke-19. JATM hanya merupakan bentuk kelembagaan modern, bukan pelopor thariqah pertama di Indonesia.
—
2. Klaim: “Kemudian di Muktamar Madiun 1975 terjadi gonjang-ganjing keberpihakan politik JATM ke Golkar.”
Sanggahan:
Tidak ada bukti resmi atau dokumen sahih yang menyatakan bahwa JATM secara institusional berpihak ke Golkar. Di masa Orde Baru, memang ada tekanan politik terhadap berbagai organisasi sosial-keagamaan, termasuk NU dan afiliasinya. Namun, klaim tentang keberpihakan JATM ke Golkar perlu dinilai hati-hati dan tidak boleh digeneralisasi.
—
3. Klaim: “Karena keberpihakan politik JATM ke Golkar, akhirnya sebagian Kiai Thariqah yang berafiliasi ke PPP marah dan tidak terima sehingga membuat JATMAN yang kemudian di tahun 1979 resmi diakui menjadi salah satu Banom PBNU, dan sebagai respon berdirinya JATMAN pihak Kiai Mustain Romli memberi nama JATM yang lama menjadi JATMI.”
Sanggahan:
Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) resmi berdiri tahun 1979 sebagai badan otonom NU untuk mengorganisir thariqah mu’tabarah. Pendirian JATMAN bukan sekadar reaksi politik, melainkan bagian dari penyatuan kembali khidmah thariqah di bawah NU. Tidak ada bukti resmi bahwa JATM berubah menjadi JATMI. JATMI (Jam’iyyah Ahli Thariqah Mu’tabarah Indonesia) adalah organisasi yang berbeda, bukan transformasi dari JATM.
—
4. Klaim: “Akhirnya JATMI dan JATMAN berdiri dan berjalan sendiri-sendiri hingga tahun 2025 ini, tokoh pembesar JATMI salah satunya adalah Kiai Chalwani, Kiai Tauhid, dan Gus Nuril sedangkan JATMAN dipimpin oleh Habib Luthfi bin Yahya dan Habib Umar Muthohar, Kiai Chalwani sendiri juga ada di JATMAN, beliau ada di dua kaki lah ya.”
Sanggahan:
JATMI dan JATMAN memang berjalan secara independen, dengan struktur dan basis masing-masing. Menyebut “Kiai Chalwani ada di dua kaki” adalah tidak etis secara akademik dan tidak sesuai dengan fakta administrasi resmi. Setiap tokoh memiliki pilihan organisasi berdasarkan pertimbangan pribadi dan khidmah keummatan.
—
5. Klaim: “Lalu ketika JATMAN di bawah kepemimpinan Habib Luthfi bin Yahya terjadi gonjang-ganjing kembali yang akhirnya JATMAN diakuisisi oleh PBNU dan akhirnya dipimpin oleh Kiai Chalwani dan Kiai Ali Masykur Musa.”
Sanggahan:
“Kebenaran yang Memalukan: Habib Luthfi Dirikan JATMA Setelah Menyimpang dari JATMAN NU”
Narasi bahwa “JATMAN diakuisisi oleh PBNU” adalah framing yang keliru dan manipulatif. Faktanya, sejak awal pendiriannya, JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah) telah berada dalam struktur resmi PBNU. Tidak ada konsep “akuisisi” karena JATMAN adalah bagian organik dari NU. Sebaliknya, Habib Luthfi bin Yahya justru membelot dengan mendirikan organisasi baru bernama JATMA (Jam’iyyah Ahli Thariqah Mu’tabarah Aswaja), yang tidak berafiliasi dengan NU.
Penjelasan lebih dalam:
a. JATMAN Adalah Badan Otonom Resmi PBNU:
Sejak awal, JATMAN didirikan sebagai badan otonom NU untuk mewadahi pengamal thariqah mu’tabarah. Hal ini disahkan dalam Muktamar NU dan AD/ART NU. Oleh karena itu, JATMAN tidak pernah diakuisisi oleh PBNU—JATMAN memang bagian dari NU.
b. Habib Luthfi Membelokkan Arah JATMAN:
Kepemimpinan Habib Luthfi bin Yahya di JATMAN memicu pergeseran arah organisasi, dengan membangun relasi politik yang dianggap menyimpang dari khittah NU. Hal ini menyebabkan keresahan di kalangan pengamal thariqah Nahdliyyin.
c. Pendirian JATMA:
Habib Luthfi kemudian mendirikan JATMA di 2025, yang memicu polarisasi di kalangan pengamal thariqah dan NU. Banyak pihak mengkritik pendirian JATMA sebagai langkah yang tidak berdasar pada musyawarah ruhani.
d. Standar Ganda Mukibin Klan Ba’alwi:
Ironisnya, beberapa mukibin klan Ba’alwi membela pendirian JATMA yang keluar dari NU, sementara menyerang mereka yang membela JATMAN. Hal ini menunjukkan adanya narasi yang membela elit tertentu, bukan menjaga keutuhan thariqah.
e. Reaksi Kekecewaan Warga NU dan Salik Thariqah:
Banyak pengamal thariqah di NU yang menolak JATMA karena tidak berakar pada musyawarah kolektif NU. Mereka merasa bahwa JATMA justru memecah ukhuwah ruhaniyah.
f. Melindungi NU dari Distorsi Sejarah:
Perjuangan dari PWI dan warga Nahdliyyin untuk mempertahankan integritas NU bertujuan untuk mencegah distorsi sejarah dan menjaga tradisi thariqah yang sah.
—
6. Klaim: “Akhirnya Habib Luthfi membuat sendiri dengan nama JATMA ASWAJA yang bertujuan untuk mengakomodir jaringan murid dan circle mursyid yang sudah dibentuk Habib Luthfi supaya tidak hilang begitu saja.”
Sanggahan:
JATMA ASWAJA (Jam’iyyah Ahli Thariqah Mu’tabarah Ahlussunnah Wal Jama’ah) didirikan oleh Habib Luthfi bin Yahya dan Helmy Faishal Zaini pada 18 April 2025, dan memperoleh legalitas dari Kemenkumham. Namun, secara ruhani dan moral, kelahiran JATMA dipandang sebagai organisasi tandingan terhadap JATMAN PBNU yang sudah sah mewadahi thariqah mu’tabarah di bawah NU.
Meskipun secara formal sah, pendirian JATMA memicu polarisasi di kalangan pengamal thariqah dan dianggap sebagai langkah yang tidak sesuai dengan prinsip ruhani thariqah yang berlandaskan persatuan.
—
Kesimpulan:
Pernyataan Mukibin yang mengaitkan JATM, JATMI, JATMAN, dan JATMA sebagai rangkaian pecahan organisasi adalah simplifikasi berlebihan yang tidak akurat. Setiap organisasi lahir dari konteks sejarah, dinamika internal, dan pilihan individu tertentu, bukan alur pecahan lurus sebagaimana diklaim oleh Mukibin.