“Dinamika Politik Keagamaan dan Tantangan terhadap Kemandirian Organisasi Islam di Indonesia”

*“Dinamika Politik Keagamaan dan Tantangan terhadap Kemandirian Organisasi Islam di Indonesia”*

 

Oleh : team redaksi Walisongobangkit.com

Di tengah dunia yang terus bergejolak, ada satu bangsa besar yang diam-diam mencuri perhatian para pengamat politik global: Indonesia. Negeri dengan populasi Muslim terbesar di dunia ini memiliki kekuatan strategis yang tak bisa dipandang sebelah mata. Dan di balik eksistensi dan ketahanan bangsa ini, Nahdlatul Ulama (NU) berdiri sebagai penjaga moral, budaya, dan nasionalisme umat Islam Indonesia.

Namun kini, ancaman tak datang dari luar perbatasan secara terang-terangan. Ia hadir senyap, menyusup, dan menyamar. Sebuah konspirasi global tengah bekerja untuk melemahkan NU, menjatuhkan kepercayaan umat, dan merebut kendali arah perjuangan bangsa ini.

 

*NU: Pilar NKRI yang Diincar*

Pengaruh NU bukan hanya religius, tetapi juga politis dan sosiologis. NU adalah fondasi dari lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para pendirinya seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, dan para kiai pesantren di berbagai penjuru Nusantara adalah benteng penjaga akidah sekaligus kebangsaan.

Sejumlah pengamat internasional dari lembaga seperti Brookings Institution hingga RAND Corporation telah menyatakan bahwa *Indonesia memiliki peluang menjadi pusat kekuatan Islam dunia*, dan NU adalah motor utama di dalamnya.

Namun ada pihak-pihak yang tidak menginginkan hal itu terjadi.

 

*Zionisme Global dan Tangan-Tangan yang Tak Terlihat*

Zionis Israel, yang hari ini dikenal sebagai kekuatan dominan dalam politik global, dulunya hanyalah suku minoritas dari wilayah Kaukasus bernama Khazaria. Namun kini, kekuatan mereka menyusup ke jantung ekonomi, media, hingga sistem politik di Amerika dan Eropa. Tujuan utamanya: tatanan dunia baru dengan dominasi mutlak.

Indonesia sebagai negara Muslim terbesar, dengan kekayaan sumber daya, letak strategis, dan basis ideologi yang kuat, jelas merupakan ancaman bagi proyek tatanan global itu.

Salah satu strategi utama mereka adalah dengan cara lama namun ampuh: devide et impera — pecah belah dan kuasai. Cara ini kini mulai tampak dalam skenario panjang yang melibatkan imigran Hadrami dari Yaman, tepatnya klan Ba’alwi, yang masuk ke Nusantara sejak masa kolonial.

 

*Klan Ba’alwi dan Jejak Kolonial*

Klan Ba’alwi yang mengklaim sebagai “keturunan Nabi” diduga memiliki rekam jejak panjang sebagai alat politik kolonial. Di masa penjajahan Belanda, sebagian mereka diberi posisi istimewa, dijuluki “Arab elite”, dan dijadikan perantara antara pemerintah kolonial dan rakyat Nusantara.

Melalui identitas religius semu dan narasi keturunan Nabi, mereka berhasil menyusup ke tengah masyarakat, bahkan ke dalam jantung organisasi Islam. Hari ini, infiltrasi itu tampak nyata di tubuh NU.

 

*Fakta-Fakta yang Tidak Bisa Diabaikan*

Berikut ini adalah data nyata dan terverifikasi, menunjukkan bahwa upaya pecah belah NU datang dari mereka yang terafiliasi dengan narasi Ba’alwi:

  • Rizieq Shihab: mencaci Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), cucu pendiri NU, dengan kata-kata kasar, menghina NU secara terbuka.
  • Faisal Assegaf: menyebut NU sebagai “bakul sampah”, merendahkan NU di berbagai media sosial.
  • Alwi Assegaf (aktor): melarang umat Islam bergabung dengan Ansor dan Banser, dua badan penting penjaga NU dan NKRI.
  • Bahar bin Smith: terang-terangan menghina Banser, menyebarkan kebencian terhadap elemen-elemen NU.
  • Lutfi bin Yahya (Pekalongan): memisahkan JATMAN (jam’iyyah thariqah NU) dari NU, memicu disintegrasi internal.
  • Buya Yahya: dengan gaya lembut, membentuk gerakan NU tandingan (NU Garis Lurus), menyerukan umat untuk tidak ikut organisasi “resmi”.
  • Manipulasi sejarah: upaya memasukkan narasi bahwa pendiri NU adalah dari “Ba’alwi” dilakukan sistematis, untuk mengklaim NU sebagai “produk mereka”.
  • Rizieq disebut sebagai guru oleh sebagian habib, dijadikan simbol keulamaan NU baru, padahal tak pernah terlibat perjuangan NU yang sah.

 

*Nasab Palsu: Menunggangi Nama Besar Nabi Muhammad S.A.W.*

Dalam perkembangan terakhir, sejumlah peneliti independen dari kalangan santri dan akademisi menemukan bahwa klaim “keturunan Nabi” yang digunakan oleh klan Ba’alwi tidak didukung oleh bukti sejarah, manuskrip otentik, maupun data genetik. Bahkan, penelitian seperti yang dilakukan oleh KH Imaduddin Utsman al Bantani dan para ahli genetika seperti Dr. Sugeng Sugiarto menyimpulkan bahwa nasab mereka tidak bersambung ke Nabi Muhammad SAW.

Ini adalah krisis kejujuran sejarah yang digunakan sebagai alat hegemoni sosial dan politik, dan ketika digunakan untuk merusak NU, maka itu adalah ancaman nyata bagi NKRI.

 

*Kesimpulan: Indonesia Harus Sadar*

Ini bukan teori konspirasi murahan. Ini adalah realitas geopolitik dan perang identitas yang harus disadari oleh umat Islam dan bangsa Indonesia. Jika NU runtuh, maka benteng terakhir NKRI ikut terguncang. Dan jika NKRI goyah, maka impian menjadikan Nusantara sebagai pusat cahaya dunia Islam tinggal kenangan.

Saatnya umat sadar.
Saatnya NU bangkit kembali.
Dan saatnya sejarah diluruskan demi masa depan negeri.

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *