“Saat Pejuang Digantung, Para Imigran Hadramaut Menjadi Perpanjangan Tangan Pemerintah Kolonial Belanda”

*”Saat Pejuang Digantung, Imigran Hadramaut Menjadi Perpanjangan Tangan Pemerintah Kolonial Belanda”*

Pada Rabu, 24 Agustus 1870, delapan tokoh pribumi dieksekusi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda di Bekasi. Mereka dikenal dalam arsip kolonial sebagai Acht Tamboenmoordenaars—delapan “tersangka pembunuhan” dari Tambun. Namun dalam narasi masyarakat, mereka dikenang sebagai pejuang—sosok yang menolak tunduk pada kekuasaan kolonial dan memilih mati demi mempertahankan martabat tanah air.

 

Kini, lokasi bekas eksekusi mereka di Jalan Veteran, Bekasi Selatan, hanya menjadi taman biasa. Tidak banyak yang mengingat nama-nama mereka, dan tidak ada penanda sejarah yang mencerminkan pengorbanan mereka.

 

Dalam konteks yang sama, arsip sejarah menunjukkan bahwa pada masa itu, terdapat posisi bernama Kapitein der Arabieren (Kapiten Arab), yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengelola komunitas Arab di wilayah Nusantara. Posisi ini bersifat administratif dan bertugas menjadi penghubung antara komunitas Arab dan pemerintah kolonial, termasuk menyampaikan kebijakan, mengatur urusan komunitas, serta menjaga ketertiban.

 

Beberapa individu yang diangkat ke posisi ini berasal dari kalangan elite Arab Hadramaut yang telah lama menetap di Nusantara, termasuk sebagian dari keturunan Ba’alwi. Peran mereka tercatat dalam arsip kolonial sebagai bagian dari struktur sosial yang dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda.

 

Penting untuk memahami konteks sejarah secara menyeluruh. Keputusan seseorang pada masa kolonial tidak selalu bisa dilepaskan dari tekanan sosial, ekonomi, atau politik yang terjadi saat itu. Namun, penting pula untuk mencatat bahwa di saat sejumlah rakyat memilih jalan perlawanan, ada pula tokoh-tokoh lokal yang diposisikan untuk mendukung sistem yang berlaku.

 

Pertanyaan reflektif kemudian muncul: Bagaimana kita menilai peran tokoh-tokoh sejarah dalam kaitannya dengan perjuangan kemerdekaan? Apakah semata status atau garis keturunan dapat menjadi ukuran kontribusi terhadap bangsa, ataukah rekam jejak perjuangan yang mestinya lebih dijadikan tolok ukur?

 

Di masa kini, kita perlu meninjau kembali narasi sejarah dan memberi penghargaan yang layak kepada para ulama, pejuang, dan tokoh lokal yang benar-benar berkontribusi nyata terhadap kemerdekaan Indonesia, agar warisan perjuangan mereka tidak tenggelam oleh narasi yang dibangun atas dasar simbol, bukan substansi.

Catatan Sejarah:

 

Jabatan Kapitein der Arabieren adalah bagian dari sistem pemerintahan Hindia Belanda yang ditujukan untuk mengelola komunitas Timur Asing, termasuk komunitas Arab di Indonesia.

 

Dalam sejumlah catatan kolonial, beberapa tokoh yang diangkat berasal dari keluarga-keluarga elite Hadramaut, termasuk yang dikenal sebagai Ba’alwi.

 

Sumber: Wikipedia – Kapitan Arab, Arsip Kolonial Belanda

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kapitan_Arab

 

Foto:

Eksekusi delapan tokoh dari Tambun oleh Pemerintah Hindia Belanda, Bekasi, 1870.

Sumber: Leiden University

Catatan Penting:

Penulisan ini bertujuan untuk membuka ruang kajian sejarah secara lebih kritis dan objektif, tanpa bermaksud menimbulkan kebencian terhadap individu atau kelompok manapun. Setiap bagian ditulis berdasarkan sumber terbuka dan arsip sejarah. Bila ada yang keberatan, ruang klarifikasi selalu terbuka.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *