*KEUTAMAAN MENOLAK NASAB HABIB KLAN BA’ALWI MELALUI IJTIHAD ILMIAH*
Dalam polemik tentang keabsahan nasab Habib klan Ba’alwi yang semakin mencuat hari ini, sikap paling aman dan sesuai dengan syariat Islam adalah menggunakan ilmu pengetahuan dan ijtihad. Ijtihad ini harus dilakukan dengan akal sehat, berpijak pada data yang ilmiah, serta sesuai dengan kaidah keilmuan Islam.
Ada seorang mukibin (pendukung habib) yang berkata:
*“Jika ternyata habib itu benar keturunan Nabi Muhammad ﷺ, bagaimana wajahmu di hadapan Allah dan Rasul-Nya?”*
Maka saya menjawab:
*Itu tidak mungkin*, karena berdasarkan bukti ilmiah dan kajian keilmuan, Habib Yaman dari klan Ba’alwi bukan dzurriyyah Baginda Nabi Muhammad ﷺ.
Namun, seandainya pun ternyata saya salah dalam ijtihad tersebut, *saya tetap tidak khawatir*. Karena saya telah menjalankan ijtihad berdasarkan data-data ilmiah, akal sehat, logika, dan ilmu pengetahuan.
*DASAR-DASAR IJTIHAD ILMIAH INI MELIPUTI:*
- Dari Disiplin Filologi
Nama ‘Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir, yang disebut sebagai nenek moyang klan Ba’alwi, tidak tercatat sama sekali selama lebih dari 550 tahun dalam kitab-kitab sejarah yang kredibel. Ini menunjukkan tidak adanya syuhrah wal istifadhoh yang sahih secara ilmiah maupun sanad. - Dari Hasil Tes DNA Y-Chromosome (Y-DNA)
Penelitian genetik membuktikan bahwa Habib Ba’alwi memiliki haplogroup G, sedangkan haplogroup suku Quraisy adalah J1.
Kita mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ adalah bangsa Arab dari suku Quraisy, sehingga secara genetik, klan Ba’alwi bukan keturunan Nabi Muhammad ﷺ.
*DALIL-DALIL SYAR’I TENTANG IJTIHAD:*
✅ Hadits tentang ijtihad yang salah tetap berpahala:
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ، يَقُولُ:
«إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ، فَاجْتَهَدَ، ثُمَّ أَصَابَ، فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ، فَاجْتَهَدَ، ثُمَّ أَخْطَأَ، فَلَهُ أَجْرٌ»
(HR. Bukhari & Muslim)
“Jika seorang hakim berijtihad, lalu benar, maka baginya dua pahala. Jika ia berijtihad dan salah, maka baginya satu pahala.”
✅ *Hadits tentang kesalahan karena ketidaktahuan tidak berdosa:*
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ»
(HR. Ibnu Majah)
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas kekeliruan, lupa, dan keterpaksaan.”
*ANCAMAN BERAT BAGI YANG MENGAKU NASAB PALSU*
Sebaliknya, bagi yang mengaku sebagai keturunan Nabi ﷺ padahal bukan, dan keyakinan itu tidak benar, maka ancamannya sangat berat.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ، وَالْمَلَائِكَةِ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا»
(HR. Muslim, Kitab al-Hajj, Hadits No. 467/1370)
“Barang siapa mengaku kepada selain ayahnya, atau mengaitkan dirinya kepada selain walinya, maka ia dilaknat oleh Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Dan pada hari Kiamat, Allah tidak menerima darinya ibadah wajib maupun sunnah.”
*KESIMPULAN:*
✅ Lebih aman dan berpahala menolak klaim nasab Habib Ba’alwi sebagai dzurriyyah Nabi ﷺ dengan ijtihad ilmiah dan syar’i berdasarkan logika, ilmu, dan data.
✅ Jika ternyata salah, tidak berdosa dan tetap mendapat pahala.
❌ Sebaliknya, orang yang mengaku nasab palsu atau membela kebohongan nasab, akan dilaknat oleh Allah dan seluruh amalnya tertolak, baik yang wajib maupun yang sunnah.
Teruslah para pemikir NU untuk memberikan pencerahan. Kalau para pemikir yg sepuh sdh mentok dengan pengetahuan Dan malas mengikuti perkembangan keilmuan Dan tekhnologi. Sehingga terpokus Masih pada husnudzon maka Kuta maklumi Dan kita yg muda tetap ta’dzim. Tetapi tidak menutupi utk tetap mengungkap kebenarannya karena yg hak harus di tegakkan. Dengan mengedepabkan keilmuan Dan data yg valid demi penecerahan kepada ummat