Kritik terhadap Tulisan Ayik Heriansyah tentang : “Kosmopolitanisme Gus Dur

*Kritik terhadap Tulisan Ayik Heriansyah tentang : “Kosmopolitanisme Gus Dur”*

Terima kasih atas tulisan Anda, yang mencoba menghidupkan kembali gagasan kosmopolitanisme Gus Dur dan semangat berpikir kritis di kalangan Nahdliyin. Namun, tulisan ini seharusnya tidak berhenti sebagai penggalan teori masa lalu, melainkan menjadi panduan untuk menghadapi tantangan zaman sekarang, termasuk polemik yang tengah dihadapi NU terkait klaim nasab klan Ba’alwi sebagai dzuriyat Nabi Muhammad SAW.

*1. Pentingnya Penerapan Kosmopolitanisme dengan Pendekatan Ilmiah*
Anda menyoroti bagaimana Gus Dur membuka ruang bagi dialektika ilmiah dan kebebasan berpikir, yang penting untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Namun, ironisnya, dalam menghadapi isu nasab klan Ba’alwi, pendekatan ini seolah dikesampingkan. Semangat kosmopolitanisme seharusnya membawa kita untuk menggunakan ilmu pengetahuan modern, seperti:

*Teknologi genetika:* Analisis DNA melalui haplogroup dapat menjadi alat valid untuk mengkaji hubungan genealogi, memberikan bukti ilmiah yang objektif.

*Ilmu filologi:* Kajian kritis terhadap manuskrip kuno untuk menelusuri keabsahan sejarah nasab ini secara tekstual.

Menggunakan pendekatan ilmiah ini tidak hanya sejalan dengan kosmopolitanisme Gus Dur, tetapi juga memperkuat hujjah dan melampaui sekadar husnudzon tanpa dasar ilmiah.

*2. Kebebasan Berpikir Harus Disertai Data dan Dalil*
Anda menulis bahwa Gus Dur mendorong kebebasan berpikir tanpa meninggalkan tradisi. Namun, sikap membela klaim klan Ba’alwi tanpa dukungan dalil ilmiah atau historis justru bertentangan dengan semangat Gus Dur. Gus Dur selalu mengutamakan argumentasi berbasis data dan kebijaksanaan yang inklusif.

Apakah klaim nasab ini sudah diuji dengan pendekatan yang mendalam, atau hanya didasarkan pada tradisi lisan tanpa verifikasi?

Mengapa dalam era ilmu pengetahuan modern, kita masih mengandalkan asumsi, bukan bukti ilmiah?

*3. Tantangan Zaman Gus Dur vs. Tantangan Zaman Sekarang*
Pada era Gus Dur, NU menghadapi tantangan besar dari Orde Baru dan gerakan Wahabi. Namun, tantangan zaman kini berbeda: NU menghadapi tantangan menjaga keautentikan sejarah dan tradisi Islam di tengah klaim-klaim yang tidak berdasar, termasuk polemik klan Ba’alwi. Menggunakan kosmopolitanisme Gus Dur, tantangan ini mestinya disikapi dengan pendekatan ilmiah untuk menjaga kebenaran, bukan sekadar retorika.

*4. Usulan untuk Anda*
Sebagai seorang yang aktif di Lembaga Dakwah NU, Anda berada dalam posisi strategis untuk mendorong penggunaan pendekatan yang berbasis data dan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan polemik ini. Dengan demikian, Anda dapat memperjuangkan nilai-nilai kejujuran intelektual dan relevansi pemikiran Gus Dur di era modern.

Menghidupkan kosmopolitanisme Gus Dur bukan hanya soal nostalgia, melainkan soal penerapannya dalam tantangan nyata yang dihadapi NU hari ini. Semoga kritik ini dapat menjadi bahan refleksi untuk mendekatkan tulisan Anda dengan semangat Gus Dur yang sejati.

*Akhir kata*
Tulisan Anda tentang kosmopolitanisme Gus Dur mengangkat gagasan besar tentang kebebasan berpikir dan keterbukaan dalam dialektika ilmiah. Namun, semangat ini harus diwujudkan dalam aksi nyata menghadapi tantangan zaman, termasuk polemik nasab klan Ba’alwi.

Sebagai penerus pemikiran Gus Dur, Anda memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong penggunaan ilmu pengetahuan modern seperti genetika dan filologi dalam memverifikasi klaim nasab. Dengan demikian, NU tidak hanya mempertahankan tradisi intelektual yang kritis, tetapi juga memberikan teladan tentang bagaimana Islam Nusantara menghadapi tantangan modern dengan basis dalil yang kuat.

Semoga ini menjadi refleksi agar gagasan kosmopolitanisme Gus Dur tidak sekadar menjadi teori, melainkan pijakan untuk menyelesaikan problematika aktual dengan keilmuan yang kokoh.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *