*Pendahuluan*
Dr. Ahmad Fahrur Rozi kembali menyerang penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani, yang menegaskan bahwa Klan Ba’alwi bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW. Dalam tulisannya, Dr. Ahmad Fahrur Rozi berargumen bahwa penelitian KH Imaduddin tidak ilmiah, salah menggunakan metode, dan tidak berdasar pada sumber primer. Tuduhan ini adalah upaya untuk mendiskreditkan hasil penelitian yang sudah didukung oleh berbagai disiplin ilmu, termasuk sejarah, filologi, genetika, serta pendapat para ahli dari Indonesia dan dunia internasional. Artikel ini bertujuan untuk menjawab dan menyangkal tuduhan tersebut, dengan menguraikan dasar ilmiah yang kuat dari penelitian KH Imaduddin.
*1. Metodologi KH Imaduddin: Pendekatan Multidisipliner*
Tuduhan bahwa KH Imaduddin salah menggunakan metode penelitian sangatlah tidak berdasar. Sebagai seorang peneliti yang berfokus pada klarifikasi nasab Ba’alwi, KH Imaduddin menggunakan pendekatan multidisipliner, yaitu gabungan kajian sejarah, filologi, genetika, dan kajian perilaku. Dalam dunia akademik, pendekatan ini bukanlah sesuatu yang asing, melainkan sangat diperlukan untuk memberikan verifikasi komprehensif terhadap klaim-klaim genealogis seperti yang diusung oleh klan Ba’alwi.
- Sejarah: Penelitian KH Imaduddin didasarkan pada kajian mendalam tentang sejarah perkembangan keturunan Ba’alwi, yang dipertanyakan keabsahannya sebagai keturunan langsung dari Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Banyak sumber sejarah menunjukkan bahwa silsilah ini tidak memiliki bukti yang kuat dari era yang relevan.
- Filologi: Dalam filologi, Prof. Dr. Manachem Ali, seorang filolog dan akademisi dari Universitas Airlangga Surabaya, mendukung analisis kritis terhadap sumber-sumber silsilah yang dipakai oleh klan Ba’alwi. Beliau menegaskan bahwa kitab-kitab yang digunakan oleh klan ini, seperti Syajarah al-Mubarakah, tidak memiliki sumber primer yang valid untuk memastikan keturunan yang sah dari Nabi Muhammad SAW.
- Genetika: Kajian genetika yang digunakan dalam penelitian ini didukung oleh ahli genetika seperti Dr. Sugeng Sugiarto. Beliau menyatakan bahwa hasil tes DNA klan Ba’alwi menunjukkan bahwa mereka memiliki haplogroup G, yang sangat berbeda dengan haplogroup J1, haplogroup yang diidentifikasi dalam garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Michael Hammer, ahli genetika dari University of Arizona, juga mendukung bahwa keturunan Nabi Muhammad SAW berada dalam haplogroup J1, dan tidak mungkin berasal dari haplogroup G yang berasal dari wilayah Kaukasus.
*2. Pentingnya Verifikasi Ilmiah dalam Nasab*
KH Imaduddin tidak sembarangan dalam menggunakan metode verifikatif. Ia tidak hanya mengandalkan data sekunder atau kutipan dari kitab-kitab nasab yang ada, tetapi juga mengkritisi sumber primer yang sering kali dipakai tanpa kajian kritis. Sumber-sumber silsilah yang digunakan oleh klan Ba’alwi, seperti Syajarah al-Mubarakah, telah dipertanyakan keabsahannya oleh para filolog, ahli sejarah, dan genetika karena tidak memiliki landasan kuat. Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Manachem Ali, kitab-kitab ini bukanlah sumber primer karena tidak ditulis oleh saksi mata atau orang yang hidup sezaman dengan tokoh-tokoh yang disebutkan.
Dr. Sugeng Sugiarto juga menegaskan bahwa klaim nasab Ba’alwi sangat tidak mungkin divalidasi secara genetik karena hasil tes DNA menunjukkan ketidaksesuaian dengan haplogroup yang terkait dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, klaim Dr. Ahmad Fahrur Rozi bahwa KH Imaduddin hanya mengandalkan sumber sekunder tidak benar, karena penelitian KH Imaduddin didukung oleh hasil uji genetik yang kuat.
*3. Teori dan Metode Isbat Nasab: Klarifikasi*
Dalam tulisannya, Dr. Ahmad Fahrur Rozi menyatakan bahwa KH Imaduddin menggunakan metode yang salah dengan tidak memverifikasi teori isbat nasab yang sudah ada. Pernyataan ini menyesatkan karena metode yang digunakan oleh KH Imaduddin adalah metode Library Research berbasis data yang diambil dari sumber sejarah, filologi, dan hasil genetika. Penelitian genealogis seperti ini memang memerlukan kajian dari berbagai sumber sekunder, yang kemudian dikritisi berdasarkan metode ilmiah.
Bahkan dalam konteks ilmu filologi, Prof. Manachem Ali menjelaskan bahwa sumber-sumber primer terkait silsilah Ba’alwi sangat jarang dan kebanyakan didasarkan pada dokumen-dokumen yang sudah disalin berkali-kali tanpa verifikasi yang tepat. Sementara itu, KH Imaduddin menggunakan kritik intern dan ekstern terhadap sumber-sumber ini, memastikan bahwa klaim-klaim yang tidak berdasar dapat ditolak.
*4. Mengapa Kitab-Kitab Nasab Ba’alwi Tidak Dapat Diterima Sebagai Sumber Primer?*
Dr. Ahmad Fahrur Rozi menyebutkan bahwa KH Imaduddin salah menggunakan kitab-kitab sekunder. Padahal, KH Imaduddin secara kritis meneliti kitab-kitab seperti Syajarah al-Mubarakah, yang telah disusun ratusan tahun setelah tokoh-tokoh yang disebutkan dalam kitab itu hidup. Prof. Manachem Ali dan Dr. Sugeng Sugiarto menegaskan bahwa kitab-kitab ini tidak memiliki keabsahan sebagai sumber primer karena tidak disusun oleh saksi mata atau orang-orang yang hidup di masa yang sama dengan tokoh yang mereka catat.
Sebagai contoh, Al-Razi, yang menulis Syajarah al-Mubarakah pada abad ke-6 H, tidak pernah bertemu langsung dengan Ahmad al-Muhajir yang hidup pada abad ke-4 H. Oleh karena itu, klaim bahwa kitab ini adalah sumber primer sangat tidak tepat.
*5. Referensi dari Ahli Dunia*
Dalam menyangkal klaim Dr. Ahmad Fahrur Rozi, kita harus merujuk pada pendapat para ahli dari seluruh dunia yang mendukung metodologi dan temuan KH Imaduddin:
- Prof. Dr. Michael Hammer (University of Arizona): Ahli genetika yang telah meneliti hubungan antara haplogroup J1 dan keturunan Nabi Muhammad SAW. Penelitiannya menunjukkan bahwa haplogroup J1 adalah ciri khas genetik dari keturunan Nabi, yang tidak dimiliki oleh klan Ba’alwi.
- Prof. Dr. Manachem Ali (Universitas Airlangga): Filolog yang mengkritisi sumber-sumber nasab yang digunakan oleh klan Ba’alwi, menyatakan bahwa banyak dari sumber ini tidak memiliki keabsahan historis.
- Dr. Sugeng Sugiarto (Genetika Indonesia): Mendukung analisis genetik dalam penelitian genealogis dan menegaskan bahwa haplogroup G yang ditemukan pada klan Ba’alwi tidak sesuai dengan garis keturunan Nabi Muhammad SAW.
*Kesimpulan*
Penelitian KH Imaduddin Utsman al Bantani didasarkan pada landasan teori yang kuat dari berbagai bidang ilmu, termasuk sejarah, filologi, dan genetika, serta didukung oleh para ahli di bidangnya. Tuduhan Dr. Ahmad Fahrur Rozi bahwa penelitian tersebut tidak ilmiah, menggunakan metode yang salah, dan hanya mengandalkan sumber sekunder adalah keliru. Hasil penelitian ini justru mematahkan klaim klan Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW, berdasarkan bukti ilmiah yang tak terbantahkan.
“Penelitian KH Imaduddin Sahih: Klan Ba’alwi Bukan Keturunan Nabi Muhammad SAW – Bukti Ilmiah Menggugurkan Kebohongan Sejarah”
Penelitian KH. Imaduddin Al Bantani yang berdasarkan pada kajian kajian kitab kitab nasab atau ilmu sejarah, Filoligi dan ilmu genetika itu sangat sukar untuk dibantah apalagi kalau dari segi genetika mereka sangat jauh dari gen bangsa Arab atau ke Baginda Rosululloh SAW.
Jadi ngomong apapun kaum ba’alawi atau Dr. Ahmad Fahrurrozi, masyarakat gak percaya karna sudah tercerahkan oleh KH. Imaduddin dan Tengku Qori
Apalagi dengan fakta pembelokan sejarah NKRI dan makam makam palsu