
Habib Utsman menolak klaim bahwa pemberontakan Cilegon pada 1888 merupakan Perang Sabil, yang dilandasi fatwa jihad.
Dia menyatakan dalam kitab Manhaj al-Istiqomahnya begini:
بهوا فربواتن بيكين روسوه بكري سبكيمان يغتله جادي دجيلكون بنتن دان يغ دهولو دبكاسي سكلين ايت باطل بوكنن جهاد سبب تياد شرط2ن ملاهن فربواتن بكيتوروفا ملغكر أكام دعن منجاتوهكن ببراف بايق ضرورة فد أورغ2
Bahwa perbuatan bikin rusuh negeri sebagaimana yang telah jadi di Cilegon Banten dan yang dahulu di Bekasi sekalian itu batil bukannya jihad sebab tiada syarat-syaratnya malahan perbuatan begitu rupa melanggar agama dengan menjatuhkan beberapa banyak darurat pada orang-orang.
Dan demikian pula sangka setelah daripada orang yang jahil pada bab al-jihad, bahwa ia sangka kumpulan bikin rusuh negeri itulah perang sabil yang tersebut di bab al-jihad, maka inilah ghurur yang amat besar lagi amat banyak dharuratnya pada orang-orang.
……..
Pemberontakan petani Banten terhadap pemerintah kolonial Belanda terjadi dalam beberapa tahap, yaitu pada 1850, 1888, dan 1926.
Perlawanan paling yang paling besar adalah pemberontakan petani Banten pada 9 Juli 1888, atau disebut dengan Geger Cilegon 1888. Lantas, apa penyebab Geger Cilegon dan dimana peristiwa ini terjadi?
Latar belakang Geger Cilegon 1888.
Antara 1882 dan 1884, rakyat Serang dan Anyer telah ditimpa dua malapetaka, yaitu kelaparan dan penyakit sampar (pes) binatang ternak. Hal itu disebabkan oleh musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan tanaman tidak tumbuh dan munculnya wabah pes. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah kolonial menginstruksikan untuk membunuh semua ternak, termasuk binatang yang tidak terkena penyakit.
Akibatnya, muncul kebencian rakyat terhadap pemerintah Belanda yang dianggap telah melakukan kekejian dan kesewenang-wenangan. Sebab, bagi petani binatang ternak juga dianggap sebagai teman yang membantu pekerjaan mereka di sawah.
Karena jumlahnya sangat banyak, tidak semua ternak dapat dikubur, sehingga bangkainya ditemukan dimana-mana dan mengundang penyakit baru bagi rakyat.
Sebanyak 120.000 orang lebih tercatat telah terkena penyakit dan 40.000 di antaranya meninggal dunia.
Rakyat pun semakin sengsara saat Gunung Krakatau meletus pada 1883 dan menimbulkan gelombang laut setinggi 30 meter. Gelombang yang menghancurkan Anyer, Merak, dan Caringin tersebut merenggut kurang lebih 22.000 jiwa.
Musibah yang datang bertubi-tubi masih diperburuk oleh pemerintah kolonial yang melaksanakan sistem perpajakan yang baru.
Berbagai pajak dikenakan kepada penduduk, yaitu pajak tanah pertanian, pajak perdagangan, pajak perahu, pajak pasar, dan pajak jiwa, yang besarnya di luar kemampuan penduduk. Di tambah lagi, kecurangan pegawai pemungut pajak membuat rakyat semakin resah dan membenci penjajah.
Akibat penderitaan tersebut, rakyat yang percaya takhayul mulai memberi sesajen di pohon kepuh besar yang dikeramatkan supaya permohonan mereka untuk memusnahkan segala macam bencana dapat terkabul.
Seorang ulama bernama Haji Wasid yang tidak ingin membiarkan kemusyrikan kemudian menebang pohon tersebut. Akibatnya, Haji Wasid dibawa ke pengadilan kolonial pada 18 November 1887 dan didenda karena melanggar hak orang lain.
Murid dan pengikut Haji Wasid semakin tersinggung saat mengetahui menara musala di Jombang Tengah dirubuhkan atas perintah Asisten Residen Goebels.
Goebels menganggap menara yang dipakai untuk mengalunkan azan mengganggu ketenangan masyarakat.
Kompas.com – 29/06/2021. Geger Cilegon 1888.
Baik pribumi yang membela kompeni maupun penjajah semua kena serangan oleh para ulama, kiai, santri dan rakyat pejuang. Mau knil mau knol Londo ireng kalau di pihak VOC sama saja kena babat. Leluhurmu di pihak siapa?
Sejarah perlawanan leluhur nusantara dapat dibaca juga di https://id.wikipedia.org/wiki/Geger_Cilegon_(1888)





