*Penyimpangan Akidah dalam Ajaran Klan Ba’alwi: Kultus Individu dan Pengagungan Berlebihan yang Menyimpang dari Islam*
(Durhaka kepada Rasulullah Saw)
Dalam Islam, pemuliaan terhadap tokoh agama harus tetap berada dalam batasan syariat dan tidak boleh menjurus pada pengagungan yang berlebihan (ghuluw). Salah satu fenomena yang patut dikritisi adalah klaim yang berlebihan dari tokoh-tokoh klan Ba’alwi, yang dalam beberapa literatur mereka menyamakan status pemimpin spiritual mereka dengan Rasulullah Muhammad ﷺ atau Nabi Isa عليه السلام. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan ajaran Islam yang murni tetapi juga mengarah kepada kesesatan akidah.
*Klaim Kesesatan: Penyamaan Diri dengan Rasulullah dan Nabi Isa*
Salah satu tokoh sentral dalam klan Ba’alwi, Muhammad bin Ali Ba’alwi (Al-Faqih Al-Muqaddam), dikisahkan pernah berkata:
> “Dan adalah Al-Faqih yaitu Muhammad (bin Ali Ba’alwi): Medudukanku di sisi kalian bagaikan Nabi Muhammad di sisi umatnya, dan telah meriwayatkan selain Abdurrahman As-Segaf: Aku di sisi kalian bagaikan Nabi Isa di sisi kaumnya.”
Pernyataan ini menunjukkan klaim posisi yang sangat tinggi, hampir setara dengan para nabi. Ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang menegaskan bahwa tidak ada manusia yang bisa menyamai status kenabian setelah Rasulullah ﷺ.
*Dalil Larangan Berlebihan dalam Memuji Tokoh Agama*
Rasulullah ﷺ secara eksplisit melarang pujian berlebihan terhadapnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
> لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian menyanjungku secara berlebihan sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.” (HR. Bukhari No. 3445)
Hadits ini menegaskan bahwa pengagungan yang berlebihan terhadap seorang tokoh, bahkan terhadap Nabi Muhammad ﷺ sendiri, dilarang dalam Islam. Jika kepada Rasulullah ﷺ saja umatnya dilarang untuk berlebihan dalam pujian, apalagi kepada tokoh lain yang tidak memiliki status kenabian.
Dalam kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa larangan ini bertujuan untuk mencegah munculnya penyimpangan akidah seperti yang terjadi pada umat Nasrani terhadap Nabi Isa عليه السلام. Mereka berlebihan dalam menyanjungnya hingga mengangkatnya ke derajat ketuhanan.
*Pandangan Ulama Suni Ahlus Sunnah wal Jama’ah*
Beberapa ulama Ahlus Sunnah telah menegaskan bahwa tindakan ghuluw terhadap pemuka agama berpotensi membawa umat kepada kesesatan:
1. Imam Asy-Syathibi dalam Al-I’tisham menyatakan bahwa ghuluw dalam agama adalah pintu masuknya bid’ah dan penyimpangan yang seringkali menjerumuskan umat Islam ke dalam kesesatan.
2. Imam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Al-Fatawa menegaskan bahwa sikap berlebihan dalam memuliakan seseorang dapat menyeret umat Islam ke dalam kesyirikan.
3. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa keimanan yang benar adalah dengan menempatkan setiap manusia sesuai porsinya, tanpa berlebihan dalam memuji atau merendahkan.
*Kesimpulan*
Pernyataan tokoh klan Ba’alwi yang menyamakan dirinya dengan Rasulullah ﷺ dan Nabi Isa عليه السلام merupakan bentuk kesesatan akidah yang bertentangan dengan ajaran Islam. Rasulullah ﷺ secara tegas melarang umatnya untuk mengagungkan manusia secara berlebihan, sebagaimana terjadi dalam ajaran Nasrani. Dalam tradisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, penghormatan kepada ulama dan tokoh agama harus tetap dalam batas yang wajar dan tidak boleh mengarah kepada kultus individu atau pemujaan berlebihan.
Maka dari itu, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang lurus dan menimbang setiap klaim dengan ilmu yang benar, sebagaimana firman Allah:
> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seorang fasik membawa berita, maka telitilah (kebenarannya)…” (QS. Al-Hujurat: 6)
Kritik ilmiah terhadap ajaran klan Ba’alwi ini bukan sekadar polemik, tetapi bertujuan untuk menjaga kemurnian Islam dan melindungi umat dari penyimpangan akidah.