Fatwa Ulama Salafi Tentang Imsak
Tiap Ramadan selalu muncul pernyataan ustaz-ustaz Salafi yang membidahkan Imsak. Hal ini berawal dari Fatwa Syekh Utsaimin. Tapi memang para pengikutnya di Indonesia kurang baca kitab-kitab sesama mereka, akhirnya kebenaran hanya dianggap datang dari 1 Syekh saja.
Ada seorang ulama Salafi yang fatwa-fatwanya sering mengutip pendapat Syekh Bin Baz dan lainnya, takhrij hadisnya banyak mengambil dari Syekh Albani. Tapi giliran masalah Imsak sebelum azan Subuh justru menilai bukan bidah. Karena beliau memakai pendekatan Ilmu Ushul Fikih. Berikut fatwa Syekh Abdullah Al-Faqih:
ﻭﺃﻣﺎ ﻛﻮﻥ اﻹﻣﺴﺎﻙ ﻗﺒﻞ اﻷﺫاﻥ ﺑﺪﻋﺔ ﻓﻠﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﺑﺼﺤﻴﺢ ﻷﻥ اﻷﻣﺮ ﻋﻠﻰ اﻹﺑﺎﺣﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ اﻟﻮﺟﻮﺏ ﺃﻥ ﻳﺄﻛﻞ ﻭﻳﺸﺮﺏ ﺣﺘﻰ ﻳﻄﻠﻊ اﻟﻔﺠﺮ.
ﻭﻗﺪ ﻛﺎﻥ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﻤﺴﻚ ﻗﺒﻞ اﻟﻔﺠﺮ ﻭﻗﺪ ﺟﺎء ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ اﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﺃﻧﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮا ﻳﺘﺴﺤﺮﻭﻥ ﻣﻊ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺛﻢ ﻳﻘﻮﻣﻮﻥ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻓﺴﺌﻞ ﻛﻢ ﻛﺎﻥ ﺑﻴﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻘﺎﻝ: (ﻣﻘﺪاﺭ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺁﻳﺔ.)
Imsak sebelum azan subuh dianggap bidah adalah tidak benar. Sebab perintah dalam ayat adalah kebolehan, bukan kewajiban untuk makan dan minum hingga terbit fajar. Sungguh para Sahabat ada yang sudah Imsak (tidak makan dan minum) sebelum subuh. Sudah dijelaskan dalam hadis Bukhari dari Zaid bin Tsabit bahwa mereka sahur bersama Nabi shalallahu alaihi wasallam lalu melaksanakan salat. Setelah ditanya berapa jarak antara makan sahur dan salat subuh, maka dijawab “sekitar 50 ayat” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no 1817)
○ Dalil Imsak ada Ustaz. Anda saja yang tidak tahu.
Kata Imsak secara bahasa berarti menahan. Dalam konteks ke-Indonesia-an seruan imsak yang berasal dari masjid, atau penetapan waktu imsak dalam kalender memiliki tujuan yang sangat mulia, yakni agar kaum muslimin yang sedang sahur untuk menjalankan ibadah puasa pada keesokan harinya bisa berhati-hati agar tidak mendekati waktu shubuh.
Dalam al-Qur’an telah dijelaskan mengenai batasan waktu diperbolehkannya makan dan minum bagi orang yang hendak berpuasa (yakni terbit fajar). Sebagaimana terdapat dalam
firman Allah dalam Q.S al-Baqarah ayat 187 :
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.* Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Dalam ayat tersebut, sebenarnya kita sudah dikenalkan sejak lama dengan imsak sebelum shubuh. Agar kita tidak mendekati batasan-batasan yang telah ditentukan Allah untuk hamba-Nya, khususnya dalam masalah waktu mengakhirkan makan sahur yang telah disampaikan secara sharih oleh Allah kepada hamba-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an.
Selain itu dalam hadits juga dijelaskan bahwa batasan sunnah mengakhirkan sahur yaitu jarak waktu yang cukup untuk membaca 50 ayat sebelum terbitnya fajar (1/4 jam sebelum shubuh). Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari juz 2 hal. 231 disebutkan:
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ. قُلْتُ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ ؟ قَالَ : قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً.
“dari Zaid bin Tsabit Ra., “kami telah makan sahur bersama Nabi SAW. kemudian Beliau mendirikan shalat, aku berkata: berapakah lama jarak diantara adzan dan sahur? Ia mengatakan: berjarak kira-kira waktu membaca 50 ayat” (H.R Bukhari).
Dari hadits tersebut, kita akan menemukan fakta bahwa Rasulullah bersama para Sahabat menyudahi waktu sahur sebelum adzan dikumandangkan dengan jarak yang relatif lama.
Dari beberapa dalil nash di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi imsak merupakan bentuk mengamalkan ayat al-Qur’an yang memerintahkan agar tidak mendekati batasan yang telah ditentukan oleh Allah. Selain itu, Imsak sebelum adzan shubuh merupakan amaliyah Rasulullah SAW. bersama para sahabat.