*”Antara Pemalsuan Nasab, Klaim Mi’raj, dan Khurafat: Koreksi Akidah terhadap Ajaran Klan Ba ‘Alwi”*
Klaim nasab merupakan masalah yang sangat serius dalam Islam karena berkaitan langsung dengan kehormatan, kejujuran, dan identitas agama. Dalam sejarah Islam, terdapat kelompok-kelompok yang mengklaim memiliki nasab kepada Rasulullah SAW tanpa bukti ilmiah, baik secara historis maupun secara genetik. Salah satu klaim yang mendapat perhatian khusus adalah klaim keturunan oleh klan Ba’alwi dari Hadhramaut. Banyak penelitian, termasuk dari para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah seperti KH Imaduddin Utsman al Bantani, menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak valid secara ilmiah dan berdampak besar terhadap akidah umat jika tetap dipercaya tanpa dasar.
*1. Klaim Nasab Palsu dan Hukumannya Menurut Hadis Shahih*
*Hadis Shahih tentang Nasab Palsu*
Dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mengaku kepada selain ayahnya, sedangkan ia tahu bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”
(HR. Bukhari No. 6766, HR. Muslim No. 63)
Dan juga:
“Barangsiapa yang mengaku-aku kepada selain ayahnya, maka dia telah melakukan kekufuran.”
(HR. Bukhari No. 3508, HR. Muslim No. 112)
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa kekufuran di sini bukan kufur akbar (yang mengeluarkan dari Islam), melainkan kekufuran kecil (kufr an-ni’mah) yang bermakna dosa besar.
Namun, Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi juga menegaskan bahwa jika pengakuan palsu tersebut dimaksudkan untuk merusak kehormatan agama, maka bisa menjadi kufur i’tiqadi (akidah) yang sangat berbahaya.
*Relevansi terhadap Klan Ba’alwi*
Jika klaim nasab oleh Klan Ba’alwi kepada Rasulullah SAW terbukti palsu—seperti yang dibuktikan oleh studi genetik haplogroup yang menyatakan mereka bukan dari jalur J1 (jalur Sayyidina Husein RA) melainkan haplogroup G—maka ini termasuk kategori tazwir an-nasab (pemalsuan nasab) yang berdampak besar. Para pengikut yang tetap mempertahankan keyakinan palsu ini setelah jelas kebatilan bukti mereka, secara syar’i telah berada dalam ancaman dosa besar dan bahkan bisa jatuh kepada kekufuran jika dilakukan dengan niat untuk menipu umat Islam.
*2. Mi’raj Faqih Muqaddam dan Hukum Percaya terhadap Klaim Ghuluw (berlebihan)*
Pandangan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari
Dalam kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” dan risalah “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah”, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari menyatakan:
“Barangsiapa yang mengaku mi’raj seperti mi’raj Rasulullah SAW, maka dia telah murtad karena mendustakan mukjizat dan hakikat kerasulan.”
Jika benar terdapat riwayat bahwa tokoh dari klan Ba’alwi yakni Faqih Muqaddam mengaku mi’raj 70 kali dalam sehari sebagaimana disebut dalam sebagian manaqib atau syair-syair sufi yang berlebihan, maka ini termasuk bentuk ghuluw fi awliya’ (berlebihan dalam memuliakan wali), yang dikecam keras oleh para ulama.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin (jilid 3) dan Imam Asy-Syathibi dalam Al-I’tisham mengingatkan bahwa pengkultusan wali secara berlebihan hingga menyamai para nabi adalah termasuk penyimpangan akidah yang dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Ahlussunnah dan bahkan murtad jika mengingkari hakikat kenabian dan wahyu.
*3. Bahaya Ajaran Khurafat dan Syirik dalam Tarekat Ba’alwi*
*Aqidah dan Khurafat*
Banyak ajaran dalam tarekat Ba’alwi, sebagaimana ditemukan dalam sejumlah kitab manaqib dan wirid, berisi unsur-unsur yang tidak bersumber dari syariat, seperti:
- Keyakinan bahwa para tokoh mereka dapat mendatangkan manfaat dan mudarat
- Pengagungan terhadap kuburan secara berlebihan
- Doa-doa yang ditujukan kepada selain Allah
Dalam pandangan Ahlussunnah wal Jama’ah:
Imam Asy-Syafi’i berkata:
“Jika kamu melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara, maka uji ia dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”
(Imam Al-Qusyairi dalam Risalatul Qusyairiyah)
Imam Ibn Hajar al-Haitami (mazhab Syafi’i) dalam kitab Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir menyebut bahwa meminta kepada selain Allah, atau meyakini kekuatan ghaib dari wali, termasuk perbuatan syirik yang bisa mengeluarkan dari Islam.
*Kesimpulan dan Rekomendasi*
- *Mengaku bernasab kepada Rasulullah SAW tanpa bukti yang sah* dari aspek sejarah, ilmu nasab, dan genetika, adalah termasuk perbuatan besar yang dapat menjerumuskan kepada kekufuran sebagaimana peringatan hadis-hadis sahih.
- *Klaim spiritual yang menyamai kenabian atau mukjizat* seperti mi’raj berkali-kali, adalah bentuk ghuluw yang telah dikategorikan sebagai kemurtadan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.
- *Mengikuti ajaran khurafat dan syirik*, seperti keyakinan dalam tarekat yang menyimpang, bisa menjatuhkan seseorang kepada kekufuran jika sampai menyentuh aspek akidah (meminta kepada selain Allah, menyandarkan kekuatan mutlak pada wali).
*Rekomendasi:*
Umat Islam hendaknya:
- Memurnikan akidah berdasarkan Al-Qur’an dan hadis shahih.
- Menolak klaim palsu atas nama Rasulullah SAW.
- Tidak ghuluw terhadap wali atau habib.
- Mengikuti panduan ulama mu’tabar Ahlussunnah wal Jama’ah, bukan mengikuti manaqib berlebihan atau hikayat-hikayat khurafat.
*Referensi*
- Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
- Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim
- Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin
- Imam Asy-Syathibi, Al-I’tisham
- Imam Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi
- Imam Ibn Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir
- Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah
- KH Imaduddin Utsman al Bantani, Penelitian Ilmiah Tentang Nasab Ba’alwi
- Prof. Dr. Manachem Ali (Filolog dan Peneliti Nasab)
- Dr. Sugeng Sugiarto (Ahli Genetika dan Peneliti Haplogroup J1 vs G)