*ARAK MENURUT KLAN BA’ALWI*
Oleh : KRT Nur Ikhyak Hadinegoro
كتاب تاج الأعراس ج2 مخطوطة ص 327 /328
عَلَى مَنَاقِب الحبيب القطب صالح بن عبد الله العطاس
KAROMAH HABIB MINUM ARAK (ALKOHOL) SAMPAI MABUK DAN MUHIBBINYA PUN MENCICIPI SAMPAI JADI AHLI TAFSIR ALQUR’AN.
ومن كراماته في حياته ما اشتهر عنه بمكةَ المحميةِ، حينما كان مجاورًا بها:
أن الشيخَ العلامةَ محمدَ البَسِيوني، كان يحبُّ الحبيبَ عَلوِيًّا المذكور، ويترددُ عليه إلى رِباطِ السادةِ بسوقِ الليل.
Dan termasuk dari karomah-karomah beliau semasa hidupnya adalah yang masyhur darinya ketika berada di Makkah yang di lindungi, ketika beliau sedang tinggal di sana: yaitu bahwa asy-Syaikh al-‘Allāmah Muhammad al-Basīyuni sangat mencintai al-Habib ‘Alawi yang disebutkan itu dan ia sering mengunjunginya ke Ribāṭh as-Sādah di daerah pasar malam( hiburan malam)
MUHIBBIN BERTAMU KE HABIB ALWI YANG SEDANG MABUK BERAT.
فدخلَ يومًا على الحبيبِ عَلوِيٍّ وهو جالسٌ في خَلوَتِه وحدَه، حينَ وُرودِ الحالِ عليه.
فَقامَ الحبيبُ عَلوِيٌّ، وأقفلَ بابَ الخلوةِ، ثمَّ تناولَ كأسًا من الطاقةِ فيه خمرٌ، وهو يَهدرُ كالجملِ الهائجِ.
Maka suatu hari ia masuk ke tempat al-Habib ‘Alawi saat beliau sedang duduk menyendiri dalam kholwatnya, tepat ketika kondisi spiritual (al-ḥāl) turun kepada beliau. Maka al-Habib ‘Alawi bangkit lalu mengunci pintu kholwat, kemudian mengambil segelas minuman dari rak yang berisi khomar ( ALKOHOL), sambil menggeram seperti unta yang sedang mengamuk (Teler).
HABIB SURUH MUHIBBINYA MINUM ARAK ( ALKOHOL)
وقالَ للشيخِ: اشربْ هذا بوجهِ السرعةِ، واخرجْ من عندي.
فخافَ الشيخُ على نفسِه من الحالةِ التي رأى الحبيبَ عليها، وأخذَ الكأسَ، وصبَّهُ بين صدرِه وثيابِه، وأظهرَ للحبيبِ عَلوِيٍّ أنَّهُ قد شربَه، وخرجَ مرعوبًا.
Lalu beliau berkata kepada sang Syekh: “Minumlah ini segera, dan keluarlah dari hadapanku.”
Sang Syekh merasa takut atas dirinya karena keadaan yang ia lihat pada al-Habib (yang mabuk berat) maka Syekh tersebut mengambil gelas itu lalu (tanpa sepengetahuan Habib) ia menuangkannya ke antara dada dan pakaiannya dan ia membuktikan kepada al-Habib ‘Alawi seakan-akan ia telah meminum arak (alkohol) itu lalu ia keluar dalam keadaan sangat ketakutan.
فلمّا وصلَ بيتَه، خلعَ ثيابَه، وأمرَ جاريتَه – أي مملوكتَه – بغسلِها، وأخبرَ أهلَه بما كانَ من أمرِه مع الحبيبِ عَلوِيٍّ، وأمرَهم بكتمِ ذلك.
Setibanya di rumah ia melepas pakaiannya dan memerintahkan budaknya yang seorang perempuan (yaitu hambanya) untuk mencuci pakaian yang di basahi arak itu dan ia menceritakan kepada keluarganya apa yang terjadi antara dirinya dan al-Habib ‘Alawi, serta memerintahkan mereka untuk merahasiakannya. (Karna ini aib sang habib yang mabuk arak)
BUDAK MUHIBBIN MINUM ARAK BEKAS HABIB ALWI.
فأخذتِ الجاريةُ في غسلِ الثيابِ، وبقيتْ لمعةٌ صغيرةٌ في القميصِ، لم يُخرِجْها الصابونُ، فجعلتِ الجاريةُ تَمصُّها بفمِها، حتى ذهبَ أثرُها.
Lalu sang budak mulai mencuci pakaian itu, namun ada bercak kecil pada baju yang tidak bisa hilang oleh sabun, maka sang budak pun menghisap (bercak bekas arak) dengan mulutnya hingga hilang bekas arak tersebut.
وكانتْ من عادةِ هذه الجاريةِ أنها تتدارسُ القرآنَ في أوقاتِ الفراغِ، مع أهلِ الشيخِ وبناتِه،
ففتحَ اللهُ عليها من ذلكَ اليومِ في تفسيرِ القرآنِ بالعلمِ اللدنيِّ، فأخذتْ تُفسِّرُ لهم معانيَ الآياتِ تفسيرًا بليغًا سهلًا، فتعجّبَ من ذلك أهلُ الشيخِ، وسألوها عن سببِ هذا الفتحِ، فلم تَعرفْه، فأخبروا الشيخَ بما صارَ إليه أمرُ الجاريةِ.
Dan termasuk kebiasaan budak perempuan itu adalah mempelajari Al-Qur’an bersama keluarga dan anak-anak perempuan sang Syekh di waktu luang.Maka sejak hari itu, Alloh membukakan baginya dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan ilmu ladunni lalu ia mulai menjelaskan kepada mereka makna-makna ayat secara fasih dan mudah, hingga keluarga sang Syekh pun heran akan hal itu dan mereka bertanya kepadanya tentang sebab keterbukaan ini namun ia tidak mengetahuinya. Maka mereka memberitahukan kepada Syekh tentang apa yang terjadi pada si budak.
BAROKAH MINUM ARAK (ALKOHOL) PEMBERIAN HABIB, BUDAK MUHIBBIN JADI AHLI TAFSIR Al QUR’AN
فاختفى يومًا في منزلٍ من البيتِ، وأمرَ أهلَه أن يتدارسوا القرآنَ معها كعادتِهم، فشرعتْ تُفسِّرُ لهم ذلك،
فلم يُطِقِ الشيخُ صبرًا لما سمعه من التفسيرِ الذي لم يطرُقْ سمعَه من عالِمٍ، ولا رآه في كتابٍ، وخرجَ إليهم، وجعلَ يسألُ الجاريةَ عن أولِ يومٍ وجدتْ فيه انشراحَ صدرِها.
Maka suatu hari sang Syekh bersembunyi di salah satu ruangan rumah dan memerintahkan keluarganya untuk belajar al-Qur’an bersama budak itu seperti biasa, lalu ia pun mulai menafsirkan ayat-ayat kepada mereka.Syekh tidak sanggup menahan diri saat mendengar tafsir yang belum pernah ia dengar dari seorang alim ataupun baca dalam buku, lalu ia keluar menemui mereka, dan mulai bertanya kepada budak itu tentang hari pertama ia merasakan kelapangan hati.
فقالتْ له: في اليومِ الذي وقعتْ لكَ فيه الواقعةُ مع السيدِ المجذوبِ.
فَتفطَّنَ الشيخُ لذلكَ، وقالَ لها: هل ذُقْتِ شيئًا من آثارِ الخمرِ الذي أصابَ الثيابَ؟ فقالت: لا، ولكنَّها بقيتْ لمعةٌ في القميصِ لم يُخرِجْها الصابونُ، فمصَصتُها بفمي حتى زالتْ.
Maka ia berkata kepada Syekh: “Yaitu hari ketika peristiwa itu terjadi padamu bersama as-Sayyid al-Majdzūb.”Lalu sang Syekh menyadari hal itu, dan ia bertanya padanya: “Apakah kamu merasakan sedikit dari bekas khomar yang mengenai pakaian itu?” Maka ia menjawab: “Tidak, tetapi ada bercak pada baju yang tidak hilang dengan sabun, lalu aku hisap dengan mulutku hingga hilang.”
SEORANG SYEKH MEKKAH MENYESAL TIDAK MINUM ARAK (ALKOHOL) PEMBERIAN HABIB.
فأخذَ الشيخُ من الأسفِ ما لا مزيدَ عليه، وعادَ إلى الرباطِ يسألُ عن الحبيبِ عَلوِيٍّ، فقيلَ له: إنَّهُ قد سافرَ إلى حضرموتَ، فاعترضتْهُ المنيّةُ بجُدَّةَ، فزادَ أسفُه،
وعرَفَ أنَّها خمرٌ من عالمِ الأمرِ، وأنَّ الحبيبَ عَلوِيًّا من نُقَباءِ نوبةِ ذلكَ العصرِ، الذينَ تواصَوا بالحقِّ وتواصَوا بالصبرِ، انتهى.
Maka sang Syekh merasa sangat menyesal dengan penyesalan yang tiada tandingannya, lalu ia kembali ke ribāṭh untuk bertanya tentang al-Habib ‘Alawi, dan di katakan kepadanya: “Beliau telah bepergian ke Hadhramaut, namun ajal menjemputnya di Jeddah “maka bertambahlah kesedihannya.
Dan ia pun tahu bahwa itu adalah khomar dari alam Al-Amr (alam spiritual tinggi), dan bahwa al-Habib ‘Alawi termasuk para nuqobā’ dari kelompok penjaga giliran spiritual zaman itu, yaitu mereka yang saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat tentang kesabaran.
وكانتْ وفاةُ الحبيبِ عَلوِيِّ بنِ عبدِ الله المذكورِ، سنةَ عشرٍ وثلاثمائةٍ وألفٍ هجريَّةٍ
Dan wafatnya al-Habib ‘Alawi bin ‘Abdillāh yang di sebutkan itu adalah pada tahun 1310 Hijriyah / 1893 Masehi.