“Lucu Banget! 300 Mufti Tarim ‘Sahkan’ Nasab Ba’alwi? Yuk, Kita Kupas Kesalahan Logikanya!”

*”300 Mufti Tarim di Abad 7-8 H? Penduduknya Saja Tidak Sebanyak Itu!”* 😆
(Menjawab pernyataan *”Tiga Ratus Mufti Tarim mengitsbat Nasab Ba’alwi”)

Mari berfikir logis,
Pernyataan bahwa *”Tiga Ratus Mufti Tarim mengitsbat Nasab Ba’alwi”* pada kisaran abad 7-8 H perlu dikritisi dari berbagai aspek, terutama dari *jumlah penduduk Tarim pada masa itu* serta *kelayakan klaim tersebut secara historis dan akademis*.
*1. Jumlah Penduduk Tarim pada Abad 7-8 H*
• Tarim pada abad 7-8 H (sekitar abad 13-14 M) adalah kota kecil di Hadramaut, Yaman.
• Pada masa itu, jumlah penduduk kota Tarim tidaklah besar.
• Berdasarkan estimasi sejarah populasi di wilayah-wilayah Timur Tengah pada masa itu, populasi seluruh Hadramaut pun masih relatif kecil, apalagi hanya satu kota seperti Tarim.
• Beberapa catatan menunjukkan bahwa populasi Tarim mungkin hanya berjumlah beberapa ribu jiwa, bukan puluhan atau ratusan ribu.
*2. Apakah Tarim Memiliki 300 Mufti dalam Periode Tersebut?*
• Mufti adalah gelar bagi seorang ahli hukum Islam yang memiliki otoritas dalam memberikan fatwa.
• Dalam sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk yang terbatas, *mustahil ada 300 mufti dalam satu waktu.*
• Bahkan di kota-kota besar seperti *Baghdad, Kairo, atau Damaskus*, yang merupakan pusat peradaban Islam saat itu, jumlah mufti yang benar-benar diakui tidak sebanyak itu dalam satu periode.
• Jika Tarim benar-benar memiliki *300 mufti dalam periode abad 7-8 H*, maka hampir semua orang dewasa laki-laki di Tarim saat itu haruslah seorang *mufti*, yang jelas *tidak masuk akal* secara demografi maupun sosial.
*3. Apakah Ada Sumber Primer yang Mendukung Klaim Ini?*
• Klaim ini seharusnya didukung oleh sumber-sumber primer yang kuat, seperti *manuskrip, catatan sejarah kontemporer, atau dokumen resmi dari abad tersebut selain dari klan ba’alwi, terkait cerita halu 300 mufti ini ditulis dari kalangan internal ba’alwi sendiri.*
• Faktanya, *tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan adanya 300 mufti di Tarim yang serempak mengitsbat nasab Ba’alwi*.
• Sebaliknya, banyak klaim nasab dalam sejarah Islam sering kali dibuat *tanpa verifikasi ilmiah yang memadai*, apalagi dengan metode *filologi dan genetika modern*.
*Kesimpulan: Klaim Ini Sangat Tidak Logis*
❌ *Secara demografis*, Tarim pada abad 7-8 H tidak mungkin memiliki jumlah penduduk yang cukup untuk menghasilkan *300 mufti dalam satu waktu*.
❌ *Secara akademis*, tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa 300 mufti di Tarim mengitsbat nasab Ba’alwi.
❌ *Secara logis*, kota-kota besar di dunia Islam pada masa itu pun tidak memiliki jumlah mufti sebanyak itu dalam satu waktu, apalagi kota kecil seperti Tarim.
Jadi, klaim ini sangat *meragukan* dan kemungkinan besar hanyalah *narasi yang dibuat untuk memperkuat legitimasi Ba’alwi sendiri*, bukan fakta sejarah yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Mari kita hitung dengan ruus probabilitas dan statistika,
Untuk memperkirakan jumlah penduduk Tarim pada abad 7-8 H (13-14 Masehi) menggunakan pendekatan probabilitas statistik , kita dapat mempertimbangkan beberapa faktor:
1. *Populasi global dan regional saat itu*
o Pada abad 13-14 M, populasi dunia diperkirakan sekitar 350-400 juta jiwa .
o Timur Tengah memiliki populasi yang relatif kecil dibandingkan dengan Asia Timur atau Eropa.
o Yaman (termasuk Hadramaut) kemungkinan memiliki populasi ratusan ribu hingga satu juta jiwa , dengan kota-kota kecil seperti Tarim yang berpenduduk jauh lebih sedikit.
2. *Data Perbandingan Kota Sezaman*
o Kota besar seperti Bagdad (pusat ilmu pengetahuan) pada masa kejayaannya bisa mencapai 1 juta jiwa .
o Kota dagang seperti Aden mungkin memiliki puluhan ribu jiwa.
o Kota kecil dan religius seperti Tarim kemungkinan hanya memiliki beberapa ribu penduduk .
3. *Model Pertumbuhan Penduduk*
o Jika kita berasumsikan Tarim pada abad 20 (misalnya tahun 1950) berpenduduk sekitar 5.000 jiwa ,
o Dengan tingkat pertumbuhan penduduk historis (~0,5% per tahun, sebelum revolusi industri),
o Maka pada abad 7-8 H (13-14 M) , populasi Tarim mungkin hanya sekitar 1.000–2.500 jiwa .
________________________________________
*Perkiraan Statistik dengan Model Pertumbuhan Penduduk*
Untuk memperkirakan jumlah penduduk Tarim pada abad ke 7-8 Hijriah (abad ke 13-14 M) , kami menggunakan rumus pertumbuhan penduduk terbalik, kami mengasumsikan kisaran yang lebih realistis penduuk tarim di masa itu adalah 1.000 – 2.500 orang , dengan mempertimbangkan kemungkinan fluktuasi populasi historis dan ketidakpastian dalam tingkat pertumbuhan.

________________________________________
*Mustahil Ada 300 Mufti!*
• Jika penduduk Tarim pada abad 7-8 H hanya sekitar 1.000-2.500 jiwa ,
• Maka klaim 300 mufti berarti hampir setiap pria dewasa adalah seorang mufti! 🤣
• Faktanya, jumlah ulama terkemuka di kota-kota Islam saat itu sangat terbatas , dan Tarim bukan pusat ilmu utama seperti Bagdad atau Kairo.
*Jadi, klaim “300 mufti Tarim mengitsbat nasab Ba’ Alawi” itu secara statistik dan historis benar-benar tidak masuk akal.* 🚀

 

 

*”Lucu Banget! 300 Mufti Tarim ‘Sahkan’ Nasab Ba’alwi? Yuk, Kita Kupas Kesalahan Logikanya!”*

*1. “Penduduk Setempat Lebih Tahu”? Bukan Bukti Ilmiah Bro!*

Klan ba’alwi bilang pepatah “بلديّ الرجل أعلم به من غيره” alias “Penduduk setempat lebih tahu” itu bukti keabsahan nasab? Wah, ini sih logika yang mudah banget dipatahin. Kalo gitu, tiap klaim sejarah cukup ditanyakanin ke warga sekitar aja, dong? Tapi kan gak begitu cara kerja sejarah dan genealoginya. Dalam sains, harus ada bukti konkret, bukan sekadar “kata orang-orang”.

*2. Imam Ba Makhramah itu Sejarawan? Bukan Silsilah!*

Ba Makhramah memang dikenal sebagai sejarawan dan ahli fikih, tapi bukan ahli filologi atau genetika. Dia cuma ngutip cerita yang sudah berkembang di zamannya, tanpa bisa memeriksa kebenarannya secara ilmiah. Sejarah lisan kayak gini rawan banget dimanipulasi, apalagi kalau ada kepentingan sosial-politik di belakangnya.

*3. Nasab Alawi bin Ubaidillah = Masalah Besar*

Poin yang di angkat soal “Ubaid adalah tashgir (bentuk kecil) dari Abdullah” itu dipaksakan banget. Dalam filologi Arab, Ubaid dan Abdullah itu dua nama yang berbeda. Ngegabungin dua nama biar cocok sama narasi itu bukan standar ilmiah, tapi lebih ke “pokoknya harus nyambung” mentalitasnya.

Selain itu, *gak ada satu pun sumber sebelum abad ke-9 H yang nyebut Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa* . Yang ada malah nama Ubaidillah baru muncul belakangan dalam manuskrip yang sudah diverifikasi keasliannya.

*4. “300 Mufti dan 100 Saksi”? Apakah Bisa Jadi Bukti?*

Ngaku ada 300 mufti dan 100 saksi yang mengakui nasab Ba ‘Alawi? Yaelah, kayaknya sih lebih ke “main ramai-ramai” daripada bukti ilmiah. Dalam studi sejarah dan genealogi modern, klaim kayak gini itu *argumentum ad populum* —alias hanya karena banyak yang percaya, bukan berarti benar.

Dulu, banyak orang percaya kalau bumi itu datar, tapi ilmu pengetahuan membuktikan sebaliknya. Sama kayak ini, nasab gak bisa disetujui cuma pake Saksi tanpa bukti tertulis yang kuat dan *didukung kajian genetika modern*.

*5. Jauharusy-Syaffaf = Naskah Kontroversial*

Lo ngasih referensi dari kitab Jauharusy-Syaffaf karya Syekh Abdurrahman bin Muhammad al-Khathib (abad 7-8 H). Tapi, udah dicek belum validitasnya? Karena manuskrip ini *baru ditulis ulang tahun 1256 H*, yang artinya rentang waktu lebih dari 500 tahun sejak klaim yang dibuat. Bisa aja udah dipol sesuai kepentingan penguasa saat itu.

Banyak sekali kasus sejarah yang kayak gini, di mana dokumen “ditemukan” belakangan buat mendukung klaim tertentu. Jadi, sebelum pake kitab ini sebagai bukti, coba cek dulu apakah ada sumber sezaman yang lebih kredibel.

*6. Kenapa Gak Pakai Bukti Genetik?*

Ini nih yang penting: *DNA gak bisa bohong* . Kalau memang Ba’alwibeneran keturunan Nabi Muhammad SAW, harusnya haplogroup mereka J1, sama kayak keturunan Arab Quraisy lainnya. Tapi kenyataannya? *Ba ‘Alawi masuk haplogroup G* , yang artinya mereka bukan keturunan Nabi!

Kalo klan ba’alwi yang aslinya keturunan yahudi azkenazi serius mau buktiin nasab, kenapa gak pake metode modern yang lebih valid? Bukannya malah ngandelin catatan sejarah yang udah terbukti bermasalah?

*Kesimpulan:*

Bantahan ini simpel:
✅ Klaim yang di ajukan gak berdasarkan bukti ilmiah yang solid.
✅ Sejarah lisan dan manuskrip terlambat itu gak bisa dijadiin patokan.
✅ Nasab bisa diuji pake genetika, dan hasilnya jelas: Ba’alwi bukan keturunan Nabi SAW.

Kalau beneran mau nyari kebenaran, ayo pake pendekatan yang lebih ilmiah, bukan sekadar ngumpulin Saksi dan nukil kitab yang keasliannya belum tentu terjamin. 🚀

 




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *