Menyanggah Klaim dalam Buku “Keabsahan Nasab Ba’alwi Bab 5”: Analisis Ilmiah terhadap Metode Syuhrah wal Istifadhoh

*Menyanggah Klaim dalam Buku “Keabsahan Nasab Ba’alwi Bab 5”: Analisis Ilmiah terhadap Metode Syuhrah wal Istifadhoh*

 

*1. Klaim Penerimaan Syuhrah wal Istifadhoh dalam Empat Mazhab*

 

Dalam buku Keabsahan Nasab Ba’alwi, disebutkan bahwa metode syuhrah wal istifadhoh (kepopuleran dan penerimaan luas oleh masyarakat) diterima oleh empat mazhab utama—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—sebagai dasar penetapan nasab. Pendapat ini merujuk pada kitab-kitab fikih yang menyatakan bahwa nasab seseorang dapat dianggap sah apabila diakui oleh masyarakat luas secara berkesinambungan.

 

Namun, buku tersebut tidak membahas secara objektif apakah klaim nasab Ba’alwi benar-benar memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama dalam metode ini.

 

*2. Syarat-Syarat Syuhrah wal Istifadhoh Menurut Para Ulama*

 

Para ulama, termasuk Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm (juz 7, hlm. 204), menyatakan bahwa syuhrah wal istifadhoh hanya berlaku jika memenuhi empat syarat utama. Imam Ar-Rouyani (w. 502 H) kemudian merinci keempat syarat tersebut sebagai berikut:

 

  1. Berkesinambungan sepanjang zaman – Nasab harus diakui tanpa putus dari generasi ke generasi.
  2. Diterima oleh masyarakat luas – Keabsahan nasab harus diakui oleh banyak orang.
  3. Tidak adanya penolakan – Tidak boleh ada penolakan dari ulama atau masyarakat mengenai nasab yang diklaim.
  4. Tidak ada dalil yang meragukan – Tidak boleh ada bukti yang menimbulkan keraguan terhadap nasab tersebut.

 

 

*3. Klan Ba’alwi Tidak Memenuhi Syarat Syuhrah wal Istifadhoh*

 

Meskipun buku Keabsahan Nasab Ba’alwi menegaskan bahwa metode ini dapat digunakan, faktanya klaim nasab mereka gagal memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama sendiri.

Nasab Ba’alwi tidak memiliki kesinambungan sejarah yang kuat – Tidak ada catatan silsilah yang valid dan terpercaya sebelum abad ke-9 Hijriyah.

Banyak penolakan terhadap klaim mereka – Sejumlah ulama dan peneliti meragukan keabsahan nasab Ba’alwi berdasarkan kajian sejarah, filologi, dan genetika.

Adanya dalil yang meragukan – Bukti genetika menunjukkan bahwa haplogroup Ba’alwi bukan J1, padahal haplogroup J1 secara ilmiah dikaitkan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW.

 

*4. Inkonsistensi Argumentasi dalam Buku “Keabsahan Nasab Ba’alwi”*

 

Bab 5 dari buku tersebut menunjukkan adanya penggiringan opini dan framing yang tidak konsisten. Penulis buku ini menyatakan bahwa metode syuhrah wal istifadhoh dapat digunakan untuk menetapkan nasab, tetapi mereka sendiri tidak menerapkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para imam mazhab.

Alih-alih membuktikan bahwa nasab Ba’alwi memenuhi semua syarat, mereka justru mengaburkan pokok permasalahan dengan narasi yang membingungkan pembaca awam. Hal ini bertentangan dengan prinsip ilmiah sebagaimana disebutkan dalam Muqaddimah Fi Ilmil Ansab (hal. 66):

“Ketahuilah bahwa suatu pendapat yang tampak logis, tetapi menyelisihi sumber referensinya dan bertentangan dengan ushulnya, maka pendapat tersebut adalah kedustaan. Janganlah berhujjah dengan kedustaan.”

 

*Kesimpulan*

 

Metode syuhrah wal istifadhoh memang diakui dalam fikih, tetapi harus memenuhi syarat yang ketat. Buku Keabsahan Nasab Ba’alwi gagal membuktikan bahwa klaim nasab mereka sesuai dengan syarat-syarat tersebut.

Dengan adanya penolakan dari ulama, tidak adanya kesinambungan sejarah yang kuat, serta bukti genetik yang meragukan, maka klaim nasab Ba’alwi berdasarkan syuhrah wal istifadhoh tidak dapat diterima secara ilmiah maupun syar’i.

Buku Keabsahan Nasab Ba’alwi justru menunjukkan banyak inkonsistensi dan tidak memberikan bukti yang objektif dalam menetapkan nasab mereka. Oleh karena itu, klaim dalam buku tersebut perlu dikritisi secara lebih mendalam agar masyarakat tidak terjebak dalam narasi yang tidak didukung oleh fakta ilmiah dan syar’i.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *