*Klaim klan Ba’alwi Menabrak Metode Ilmu Nasab*
Oleh: Tim Redaksi Walisongobangkit.com
Klaim keturunan Nabi Muhammad SAW bukan perkara sepele. Dalam tradisi Islam, nasab memiliki kedudukan sakral yang hanya dapat diakui jika memenuhi standar ilmiah dan syar’i. Namun, klaim nasab oleh Klan Ba’alwi yang tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia, menuai kritik dari kalangan akademisi karena dianggap menabrak metode keilmuan dalam disiplin ‘ilm al-ansāb (ilmu nasab).
*Tidak Ada Itsbat Nasab Berdasarkan Kesepakatan*
Dalam ilmu fikih, kesepakatan para ulama atau ijma’ memang dapat menjadi dasar hukum. Namun dalam ilmu nasab, itsbat (penetapan) nasab tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan konsensus kelompok, apalagi jika kelompok itu membuat lembaga pengesah sendiri. Sejarawan dan pakar nasab, Syekh Al-Husain bin Haidar al-Hasyimi dalam karyanya Rasa’il fi ‘Ilm al-Ansāb, menegaskan bahwa metode itsbat nasab harus melalui bukti yang valid dan dapat diverifikasi.
Berikut adalah tujuh metode yang diakui dalam ilmu nasab menurut al-Hasyimi:
- Asy-Syuhrah wa al-Istifāḍah: Reputasi nasab yang dikenal luas di kalangan masyarakat kampung asal, bukan di tempat hijrah.
- Rujukan Kitab Nasab: Kitab atau manuskrip otentik dari masa sezaman yang menyebutkan nasab tersebut.
- Bayyinah Syar’iyyah: Dua saksi adil yang menyatakan kebenaran nasab.
- I‘tiraf Kabilah: Pengakuan komunitas atau suku terkait terhadap klaim nasab.
- I‘tiraf Ayah: Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya.
- Al-Qur‘ah: Metode undian dalam kondisi tertentu.
- Qiyāfah: Metode ilmiah modern seperti analisis DNA.
*Kritik Akademis terhadap Klaim Ba’alwi*
KH Imaduddin Utsman al Bantani, peneliti dan pemikir asal Indonesia, dalam penelitiannya menyatakan bahwa Klan Ba’alwi tidak memiliki bukti kuat dalam rantai nasab mereka. Ia menyoroti tidak adanya pengakuan resmi dari lembaga Naqabat al-Asyraf—institusi yang berwenang memverifikasi nasab keturunan Nabi SAW di dunia Islam—terhadap klaim Ba’alwi. Yang terjadi justru pembentukan lembaga internal oleh kelompok tersebut untuk meng-itsbat-kan nasabnya secara sepihak.
Sementara itu, Prof. Dr. Manachem Ali, filolog Universitas Airlangga, menekankan pentingnya pendekatan filologis dan verifikasi naskah dalam menilai validitas sebuah silsilah. Ia menyebut bahwa banyak manuskrip nasab terkait Ba’alwi yang justru muncul jauh setelah periode yang diklaim, dan tidak memiliki rantai sanad naskah yang kuat (isnad al-kutub).
*Bukti Genetik Tidak Mendukung*
Secara ilmiah, metode qiyāfah atau tes DNA kini menjadi pendekatan modern yang relevan untuk memverifikasi garis keturunan. Dalam konteks keturunan Nabi Muhammad SAW, sejumlah studi genetik internasional—termasuk oleh Dr. Michael Hammer, genetisis dari University of Arizona—mengungkapkan bahwa keturunan biologis Nabi yang berasal dari jalur Sayyidina Husain bin Ali biasanya membawa penanda genetik haplogroup J1 (subclade J-P58). Namun, hasil tes DNA terhadap sejumlah individu dari Klan Ba’alwi justru menunjukkan haplogroup berbeda (seperti L, R1a, E1b1, bahkan G), yang menandakan mereka tidak berasal dari jalur Arab Quraisy apalagi Bani Hasyim.
Hal ini juga diperkuat oleh Dr. Sugeng Sugiarto, genetisis Indonesia, yang menyatakan bahwa pengujian genetik adalah alat bantu yang sangat kuat dalam mengungkap keabsahan nasab. Menurutnya, “Jika ada klaim nasab tetapi haplogroup-nya tidak sesuai dengan profil genetik bangsa Arab atau keturunan Nabi SAW, maka klaim tersebut perlu dikaji ulang.”
*Masyarakat Harus Kritis*
Klaim nasab tanpa dasar kuat justru mencederai martabat ilmu dan mengancam integritas sejarah Islam. Publik perlu bersikap kritis terhadap narasi turun-temurun yang tidak disertai bukti valid. Mempertanyakan klaim seperti ini bukan berarti menghina, tetapi merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dalam menjaga kebenaran dan kehormatan keturunan Rasulullah SAW.
Upaya membela keilmuan dan menjaga otentisitas sejarah harus terus dilakukan agar umat Islam tidak terperosok dalam kultus turunan yang tidak berdasar. Maka penting untuk mendorong keterbukaan terhadap verifikasi, baik secara filologis, historis, maupun genetik.
WaAllāhu a‘lam.
*Referensi:*
- Al-Husain bin Haidar al-Hasyimi. Rasa’il fi ‘Ilm al-Ansāb.
- KH Imaduddin Utsman al Bantani. Tesis Penelitian Kritis Nasab Ba’alwi.
- Prof. Dr. Manachem Ali (Universitas Airlangga), Kajian Filologis atas Manuskrip Nasab.
- Dr. Michael Hammer (University of Arizona), Penelitian Genetik pada Keturunan Semitik.
- Dr. Sugeng Sugiarto, Wawancara dan publikasi genetika genealogis di Indonesia.