Kritik Terhadap Praktik Yamanisasi dan Degradasi Ideologis di Tubuh Organisasi Pemuda NU

*Kritik Terhadap Praktik Yamanisasi dan Degradasi Ideologis di Tubuh Organisasi Pemuda NU*

 

Oleh Tim Redaksi Walisongobangkit.com

Dalam beberapa waktu terakhir, muncul kekhawatiran dari kalangan internal Nahdlatul Ulama (NU) mengenai dugaan penyimpangan arah ideologis yang terjadi di tubuh organisasi otonom kepemudaan, khususnya salah satu struktur di tingkat wilayah. Isu ini menyangkut masuknya narasi keagamaan luar yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam Nusantara, tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil).

Salah satu tokoh yang banyak disorot dalam diskusi internal ini adalah seorang tokoh media keislaman yang disebut-sebut aktif mengampanyekan paham-paham yang bernuansa eksklusif dan sentralistik, berbasis keturunan tertentu dari Timur Tengah. Beberapa pengamat internal NU menilai bahwa narasi-narasi ini berpotensi merusak fondasi keagamaan lokal yang telah lama dirawat melalui pesantren dan kitab kuning.

 

*Infiltrasi Ideologis dan Dominasi Narasi Media*

Dugaan ini semakin kuat ketika konten-konten digital yang dikelola atas nama organisasi seringkali menyisipkan doktrin tentang keistimewaan garis keturunan (nasab), yang bertentangan dengan prinsip ‘aqidatul awam, di mana nilai keilmuan, amal, dan adab lebih diutamakan ketimbang silsilah.

Para pengamat menyebut ini sebagai bentuk “kolonialisme digital” yang menyusup lewat kanal-kanal media resmi organisasi, dengan membawa narasi yang mengarah pada kultus individu dan pengabaian terhadap tradisi intelektual NU.

 

*Kritik Terhadap Oknum Pimpinan*

Beberapa pihak juga menyayangkan sikap seorang ketua organisasi di tingkat wilayah yang dinilai kurang selektif dalam mengawasi aktivitas media dan dakwah internal. Bahkan, menurut pengkritiknya, oknum tersebut seolah membiarkan masuknya narasi yang bertentangan dengan prinsip ahlussunnah wal jama’ah ala NU, dan membiarkan organisasi disusupi kepentingan tertentu.

Frasa “membela Aswaja” yang kerap digunakan, menurut pengamat, hanya menjadi slogan tanpa substansi. Ketika konten yang diproduksi justru mengarah pada glorifikasi identitas tertentu, maka hal ini dinilai bukan sebagai penguatan ajaran Islam moderat, melainkan bentuk baru dari eksklusivisme berbasis garis keturunan.

 

*Rekomendasi dan Seruan Evaluasi Organisasi*

Menanggapi situasi ini, sejumlah kalangan internal menyerukan:

*1. Evaluasi Kepemimpinan:* Mendesak digelarnya forum muktamar luar biasa atau rapat pleno organisasi untuk mengevaluasi kepemimpinan dan arah kebijakan media.

*2. Pembentukan Tim Ideologisasi:* Mengusulkan dibentuknya tim khusus atau Lajnah Tashhih al-Aqidah untuk menyaring dan meninjau ulang konten dakwah yang beredar di lingkungan organisasi.

*3. Penertiban Media Organisasi:* Mendorong pembekuan sementara unit media yang dianggap tidak sejalan dengan platform keislaman NU, sambil menyiapkan sistem kurasi konten yang lebih ketat.

*4. Langkah Hukum:*

Bila terbukti ada penyalahgunaan fasilitas dan nama organisasi untuk kepentingan kelompok tertentu, para pengamat menyarankan langkah hukum atau pelaporan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

*Penutup: Mempertahankan Marwah NU*

NU adalah rumah besar dengan sejarah panjang menjaga Islam moderat di Nusantara. Menghadapi tantangan zaman, NU dituntut untuk tetap waspada terhadap infiltrasi ideologi yang menyimpang dari jalur Aswaja. Spirit Islam Nusantara tidak anti terhadap dunia luar, tapi tegas dalam mempertahankan prinsip wasathiyah dan kemandirian teologis.

Organisasi pemuda, sebagai ujung tombak regenerasi NU, perlu kembali pada khittah, dan menjadikan ilmu, akhlak, dan pengabdian sebagai dasar utama perjuangan—bukan garis keturunan atau popularitas di media sosial.




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *