*Fenomena Wafatnya Seorang Tokoh Saat Membela Nasab Palsu: Tanda Ilahi atau Kebetulan?*
Dalam beberapa waktu terakhir, kita menyaksikan suatu fenomena yang menggugah perenungan. Seorang tokoh agama atau masyarakat, yang dalam suatu majelis secara terbuka membela klaim nasab klan Ba’alwi—yang telah terbukti secara ilmiah dan historis tidak dapat dipertanggungjawabkan—kemudian wafat secara tiba-tiba, bahkan seketika setelah pernyataannya. Dalam salah satu video yang beredar luas, tampak seorang kyai yang sedang menyampaikan pembelaan tersebut, lalu seketika ruhnya dicabut oleh Allah SWT.
Sebagai sesama Muslim, tentu kita mendoakan semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosanya, menerima amal ibadahnya, dan menempatkannya di tempat yang mulia. Namun, peristiwa seperti ini bukan sekadar kejadian acak. Dalam pandangan ilmu tasawuf dan hikmah ruhaniah, setiap peristiwa yang menyentuh dimensi ruh manusia adalah bagian dari sunatullah—aturan dan tanda-tanda Allah SWT di alam semesta.
🔍 *Bukan Kebetulan, Tapi Tanda*
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyampaikan bahwa:
“Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di alam ini kecuali dalam pengawasan dan kehendak Allah, dan semuanya mengandung pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.”
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, hingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar.”
(QS. Fussilat: 53)
Fenomena seperti wafatnya seseorang setelah membela sesuatu yang batil, terutama jika bertentangan dengan kebenaran ilmiah, sejarah, dan syar’i, tidak boleh dilihat sekadar sebagai insiden medis atau kebetulan statistik. Para ulama tasawuf melihat kejadian-kejadian seperti ini sebagai tajalli (penyingkapan) dari kehendak dan tanda-tanda Allah SWT, yang hanya dapat dibaca oleh hati yang bersih dari hawa nafsu dan keterikatan duniawi.
📚 *Pandangan Ulama Tasawuf: Antara Hikmah dan Peringatan*
1. Imam Ibn ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mengatakan:
“Tidak ada sesuatu pun yang muncul dari makhluk kecuali ada rahasia Ilahi yang menyertainya. Orang bodoh melihat bentuknya, orang arif melihat pesan di baliknya.”
Artinya, seorang arif billah tidak hanya melihat bahwa seseorang wafat, tetapi juga mencari pesan ruhaniah di balik wafatnya—terutama jika terjadi berbarengan dengan tindakan yang meragukan secara syar’i.
2. Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam kitab Futuh al-Ghaib menyatakan:
“Barangsiapa yang membela kebatilan, maka ia seperti menyelimuti dirinya dengan kegelapan. Dan ketika ruhnya dicabut dalam keadaan seperti itu, sungguh ia akan kehilangan cahaya penyambut.”
Pembelaan terhadap klaim palsu mengenai nasab Nabi Muhammad SAW tanpa dasar ilmiah dan syar’i, menurut para ulama, merupakan bentuk kebatilan yang sangat berbahaya karena menyangkut simbol kesucian umat dan potensi penyesatan akidah publik.
⚖️ *Mengapa Hal Ini Bisa Terjadi?*
Dalam hukum sebab-akibat ruhani, dikenal konsep maut al-fujā’ah (kematian mendadak) yang terkadang menjadi bentuk istidraj (penangguhan azab disertai kemuliaan palsu) atau tanda peringatan keras dari Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
“Kematian mendadak adalah kemurkaan bagi orang fasik dan rahmat bagi orang beriman.”
(HR. Ahmad, al-Bazzar, dan al-Tabarani – Hasan menurut al-Albani)
Apakah kematian seseorang termasuk rahmat atau kemurkaan? Itu adalah hak prerogatif Allah SWT. Tapi manusia berakal wajib membaca isyarat. Dalam konteks ini, ketika pembelaan terhadap nasab yang telah dipalsukan berlangsung, lalu ruh dicabut, peristiwa itu tidak bisa dilepas dari renungan mendalam atas apa yang sedang diperjuangkan dan dibela oleh yang wafat.
💡 *Membaca Tanda Zaman dengan Hati yang Bersih*
Sebagai umat Muhammad SAW, kita wajib menjaga kehormatan Rasulullah dari klaim palsu yang tidak berdasar. Sekaligus, kita harus mendoakan setiap Muslim yang wafat dalam keadaan apapun. Namun, kita juga tidak boleh buta terhadap tanda-tanda Allah SWT yang tampak nyata di depan mata.
Jangan sampai kecintaan buta terhadap figur atau golongan membuat kita menutup mata terhadap kebenaran ilmiah, historis, dan ruhani, yang telah disuarakan oleh para pakar di bidangnya seperti:
- Prof. Dr. Manachem Ali (Filolog)
- Dr. Sugeng Sugiarto (Ahli Genetika, Haplogroup)
- Dr. Michael Hammer (Genetika Populasi, Univ. Arizona)
- KH Imaduddin Utsman al Bantani (Peneliti nasab dan sejarah Islam Nusantara)
Semoga Allah SWT memberikan kita cahaya untuk melihat kebenaran dan kekuatan untuk memperjuangkannya.
🕊️ “Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar sebagai benar, dan berikan kami kekuatan untuk mengikutinya. Tunjukkanlah kepada kami yang batil sebagai batil, dan berikan kami kekuatan untuk menjauhinya.”